Menurut beliau, bagi para delegasi, sudah seharusnya terlihat gagah di luar sana. Karena, delegasi lebih tinggi derajatnya dibanding orang asing.
Oleh: Nada Nilna Muna
Sudah menjadi rutinitas setiap bulannya, Lajnah Bahtsul
Masail (LBM) Ponpes Al-Iman mengadakan kegiatan Bahtsul Masa’il Gabungan antar
kelas MMA, baik untuk santri putra maupun putri.
* * *
Biasanya, agenda bahtsul masa’il tersebut berlangsung secara beriringan, semisal, di pondok putra malam Rabu, disusul malam berikutnya di pondok putri.
Biasanya, pada saat bahtsu berlangsung, para musohih yang hadir adalah beliau para mutakhorijin yang masih mengajar di Al-Iman, seperti Bapak Zuhri, Bapak Shofiyullah, Bapak Hanif, Bapak Amin Ma’ruf, dll.
Namun, pada malam itu, ada hal yang tidak
disangka-sangka oleh kebanyakan santriwati, yaitu kehadiran beliau Habib Fariz
Baity, Lc. atau yang kerap disapa dengan Wan Fariz.
Kedatangan beliau pun memukau para musyawirin dan musyawirat yang kebetulan hadir di puncak acara, yaitu sekitar pukul 22.30 WIB.
Kedatangan beliau tidak hanya menyaksikan jalannya bahtsu saja, melainkan juga
memberikan wejangan kepada musyawirin dan musyawirot yang hadir.
Adapun diantara hal penting yang beliau sampaikan pada kesempatan malam itu yaitu: Beliau sangat mengapresiasi adanya kegiatan Bahtsul Masa’il.
Karena dalam kegiatan tersebut kita semua dapat membuka wawasan seluas-luasnya. Menampilkan dalil-dalil yang masih dzon guna menambah ketakwaan kita.
Menurut beliau, dalam bahtsu, kita diajarkan melihat
masalah tidak hanya dari satu sudut pandang saja, melainkan dari banyak sisi.
Dengan kata lain, mengimplementasikan kehidupan ke depan bukan ke belakang.
Perlu diketahui, metode yang digunakan dalam
bahtsu tidak akan pernah ditemukan di bangku sekolah manapun dan ini perlu
ditingkatkan dan ditambah porsinya.
Beliau juga berharap kepada LBM untuk memproduksi
karya-karya santri. Mengapa demikian? Karena mengingat sekarang banyak
masyarakat yang membutuhkan tuntunan-tuntunan pembelajaran Fiqh dalam
kehidupan.
Jika diklasifikasi, penyebab mereka tidak tahu-menahu mengenai hal tersebut,
salah satunya karena mau tanya teman malu, dan mau tanya guru ndak tau siapa
(yang patut digugu dan ditiru).
Sebagai contoh, Ustadz Abdus Samad, bisa begitu ‘laris’ karena ruang yang beliau sediakan adalah berupa ruang tanya jawab, sehingga masyarakat mudah menerima.
Contoh lain adalah Kitab Kalim ath-Thoyyib yang dikarang oleh Syekh Thoyyib (Grand Syekh Al-Azhar Kairo). Di dalam kitab tersebut disajikan pertanyaan-pertanyaan sekaligus jawaban serta dalil-dalil yang mendasarinya.
Harapan beliau, LBM Al-Iman juga dapat membuatnya, agar Al-Iman memiliki brand
tersendiri.
Terakhir, beliau memotivasi para delegasi Al-Iman yang berangkat untuk mewakili Al-Iman menghadiri undangan-undangan bahtsul masa’il di berbagai pondok.
Menurut beliau, bagi para delegasi, sudah seharusnya terlihat gagah di luar sana. Karena menurut beliau, delegasi lebih tinggi derajatnya dibanding orang asing.
Hal ini sebagaiman yang ada di Al-Azhar Kairo yang menyebut
mahasiswanya dengan sebuatan ‘wafidin wafidat’ (delegasi),
yang mana ‘wafidin wafidat’ derajatnya lebih tinggi dari pada orang
asing.
1 Komentar
Jozz
BalasHapus