Like Us Facebook

Pacaran Syar'i: Antara Dalih Agama dan Risiko Negatif yang Tetap Menyertai


Penting bagi kita untuk memahami bahwa menggabungkan agama dengan praktik-praktik yang berisiko dapat menjadi bentuk penyimpangan dari kebenaran yang seharusnya dijunjung.



Oleh: A. Fauzan Dwi Santoso

Dalam konteks budaya modern, konsep pacaran syar'i telah menjadi perbincangan yang mendalam. 

    Meskipun beberapa individu mengklaim menjalani hubungan ini dengan dalih agama, masih terdapat risiko negatif yang mungkin tetap melekat, tanpa memandang alasan yang mendasarinya.


* * *


Terdapat pandangan yang berpendapat bahwa pacaran syar'i dengan dalih mengingatkan untuk beribadah bisa menjadi hal yang riskan, karena rentan terhadap kecenderungan mencampur adukkan kebenaran dengan kebatilan.

    Salah satu ayat yang sering dikutip dalam konteks ini adalah Surat al Baqarah ayat 42, yang berbunyi,

 

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

 

Artinya: "Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan, dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, sedang kamu mengetahui."  (QS. al-Baqarah: 42)

 

Ayat ini menyerukan untuk membedakan antara kebenaran (hak) dan kebatilan (batil), serta menolak penyimpangan atau percampuran antara keduanya.

Pentingnya memahami konsep hak dan batil tidak hanya dalam konteks agama, tetapi juga dalam aspek kehidupan lainnya.

Al-Qur'an sendiri menyatakan bahwa Al-Qur'an itu sendiri adalah perkara hak (kebenaran) yang datang dari Tuhan. 

Oleh karena itu, menjalani kehidupan dengan berpegang pada prinsip kejujuran dan integritas adalah tuntutan yang harus diemban oleh setiap individu.

Dalam memahami perilaku jujur, kita juga dapat merujuk pada ayat-ayat lain dalam Al-Qur'an yang menjelaskan tentang kejujuran. 

Prinsip jujur juga ditegaskan dalam berbagai hadis dan dalil naqli lainnya. Menjaga amanah (kepercayaan) dan istiqomah (konsisten) dalam perilaku adalah bagian integral dari tuntutan agama.

Kembali ke konsep pacaran syar'i, kita perlu mengingat bahwa pacaran sendiri membawa risiko yang tetap saja berpotensi negatif, terlepas dari label "syar'i.

Risiko emosi, fisik, dan spiritual tetap ada dalam dinamika hubungan ini. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami bahwa menggabungkan agama dengan praktik-praktik yang berisiko dapat menjadi bentuk penyimpangan dari kebenaran yang seharusnya dijunjung.

 

* * *

 

Kesimpulannya, kita perlu menyadari bahwa Al-Qur'an menegaskan pentingnya menjalani hidup dengan jujur dan menepati janji.

Namun, konsep kejujuran ini juga perlu diaplikasikan dalam memahami dampak dari setiap tindakan kita, termasuk dalam hubungan asmara.

Jadi, mari kita berusaha untuk hidup dengan jujur, amanah, dan istiqomah, menghindari risiko negatif yang mungkin muncul, terlepas dari dalih agama yang mungkin digunakan.


Referensi:


Posting Komentar

0 Komentar