Penting bagi kita untuk memahami bahwa menggabungkan agama dengan praktik-praktik yang berisiko dapat menjadi bentuk penyimpangan dari kebenaran yang seharusnya dijunjung.
Oleh: A. Fauzan Dwi Santoso
Dalam konteks budaya modern, konsep pacaran syar'i telah menjadi perbincangan yang mendalam.
Meskipun beberapa individu mengklaim menjalani
hubungan ini dengan dalih agama, masih terdapat risiko negatif yang mungkin
tetap melekat, tanpa memandang alasan yang mendasarinya.
* * *
Terdapat pandangan yang berpendapat bahwa pacaran syar'i dengan
dalih mengingatkan untuk beribadah bisa menjadi hal yang riskan, karena rentan
terhadap kecenderungan mencampur adukkan kebenaran dengan kebatilan.
Salah satu ayat yang sering dikutip dalam konteks ini adalah Surat al Baqarah ayat 42, yang berbunyi,
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ
بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: "Dan
janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan, dan janganlah kamu
sembunyikan kebenaran, sedang kamu mengetahui." (QS. al-Baqarah: 42)
Ayat ini menyerukan untuk membedakan antara kebenaran (hak)
dan kebatilan (batil), serta menolak penyimpangan atau percampuran antara
keduanya.
Pentingnya memahami konsep hak dan batil
tidak hanya dalam konteks agama, tetapi juga dalam aspek kehidupan lainnya.
Al-Qur'an sendiri menyatakan bahwa Al-Qur'an itu sendiri adalah perkara hak (kebenaran) yang datang dari Tuhan.
Oleh karena itu, menjalani
kehidupan dengan berpegang pada prinsip kejujuran dan integritas adalah
tuntutan yang harus diemban oleh setiap individu.
Dalam memahami perilaku jujur, kita juga dapat merujuk pada ayat-ayat lain dalam Al-Qur'an yang menjelaskan tentang kejujuran.
Prinsip
jujur juga ditegaskan dalam berbagai hadis dan dalil naqli lainnya. Menjaga
amanah (kepercayaan) dan istiqomah (konsisten) dalam perilaku adalah bagian
integral dari tuntutan agama.
Kembali
ke konsep pacaran syar'i, kita perlu mengingat bahwa pacaran sendiri membawa
risiko yang tetap saja berpotensi negatif, terlepas dari label "syar'i”.
Risiko emosi, fisik, dan spiritual tetap ada dalam dinamika
hubungan ini. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami bahwa
menggabungkan agama dengan praktik-praktik yang berisiko dapat menjadi bentuk
penyimpangan dari kebenaran yang seharusnya dijunjung.
* * *
Kesimpulannya,
kita perlu menyadari bahwa Al-Qur'an menegaskan pentingnya menjalani hidup
dengan jujur dan menepati janji.
Namun, konsep kejujuran ini juga perlu diaplikasikan dalam memahami
dampak dari setiap tindakan kita, termasuk dalam hubungan asmara.
Jadi, mari kita berusaha untuk hidup dengan jujur, amanah, dan
istiqomah, menghindari risiko negatif yang mungkin muncul, terlepas dari dalih
agama yang mungkin digunakan.
Referensi:
- https://thr.kompasiana.com/nadiyashall/5cdcae3b3ba7f71e0a38e052/pacaran-syar-i-bagaimana-, diakses pada 18
Agustus 2023.
- https://fajar.co.id/2022/04/26/adakah-pacaran-syari-dalam-islam-ini-kata-ustaz-dasad-latif/, diakses pada 18 Agustus 2023.
- https://tafaqquh.net/2020/03/06/pacaran-dalam-timbangan-syari/, diakses pada 18 Agustus 2023.
- https://www.atmosferku.com/2017/11/ini-nyata-fenomena-pacaran-konsep-syari.html, diakses pada 18 Agustus 2023.
- https://id.quora.com/Apa-itu-pacaran-syari-Apakah-ada-pacaran-syariah, diakses pada 18 Agustus 2023.
- https://pantiyatim.or.id/bagaimana-hukum-pacaran-dalam-islam/, diakses pada 18 Agustus 2023.
- http://www.ldiisidoarjo.org/2020/04/zaman-now-adakah-pacaran-syari.html, diakses pada 18 Agustus 2023.
0 Komentar