Like Us Facebook

Bagaimanakah Sejarah Hari Aksara Internasional, yang Diperingati Setiap 8 September?

 


Meskipun memiliki infrastruktur yang relatif baik untuk mendukung membaca, tingkat literasi di Indonesia masih memerlukan perhatian dan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan minat membaca. 



Oleh: Purnama Adji

Hari Aksara Internasional (HAI) atau yang lebih dikenal sebagai Hari Literasi Internasional merupakan momen istimewa di kalender global untuk meningkatkan semangat kecintaan pada aksara dan kesadaran akan pentingnya literasi di seluruh dunia.


* * *

 

Hari Aksara Internasional (HAI) adalah bentuk komitmen dari UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) dan berbagai pihak di seluruh dunia untuk mengatasi tantangan buta aksara dan rendahnya tingkat literasi.

    Lalu, bagaimanakah sih sebenarnya sejarah dari peringatan Hari Aksara Internasional tersebut? Simak ulasan berikut sampai selesai, yak!

 

Sejarah Peringatan Hari Aksara Internasional

Sejarah Hari Aksara Internasional berawal ketika buta aksara menjadi masalah yang sangat serius di berbagai negara, tak hanya di negara berkembang saja bahkan negara maju seperti Amerika pun ikut merasakannya. 

    Diperkirakan sekitar 32 juta orang dewasa di Amerika mengalami buta aksara.

Oleh karena itu, pada tahun 1965 diadakanlah konferensi dengan tema “World Conference of Ministers of Education on the Eradication of Illiteracy” di Teheran, Irak.

Pada tahun berikutnya UNESCO mendeklarasikan 8 September sebagai Hari Aksara Internasional (International Literacy Day), Hari Aksara Internasional memiliki tujuan utama yaitu:

1.      Mengingatkan komunitas global tentang pentingnya literasi bagi individu, komunitas dan masyarakat.

2.      Sebagai upaya menuju masyarakat yang lebih melek huruf demi menciptakan kesejahteraan dunia.

Pada tahun 1990, pada konferensi dunia "Education for All" yang diadakan di Jomtien, Thailand, pentingnya literasi menjadi sorotan utama. 

Konferensi ini menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, dan akses ke literasi merupakan fondasi utama untuk mencapai tujuan pendidikan bagi semua individu, tanpa terkecuali.

Pada tahun 2015, literasi diberikan perhatian lebih lanjut dan dimasukkan sebagai salah satu poin dalam tujuan utama Sustainable Development Goals (SDG's) bidang pendidikan. 

Tujuan ini menekankan pentingnya memastikan akses universal terhadap pendidikan berkualitas dan layanan literasi yang efektif bagi seluruh penduduk dunia.

Pada tahun 2017, Hari Aksara Internasional mengalihkan fokusnya ke keterampilan literasi digital. 

Perkembangan teknologi yang semakin canggih pada waktu itu menuntut adanya keterampilan baru bagi masyarakat global untuk berpartisipasi secara efektif dalam era digital. 

Literasi digital mencakup kemampuan membaca, menulis, dan berkomunikasi secara efektif dalam lingkungan digital.

 

Buta Aksara Di Indonesia

Meskipun banyak upaya telah dilakukan untuk mengatasi buta aksara di Indonesia, permasalahan buta aksara fungsional menjadi tantangan serius yang harus dihadapi.

Buta aksara fungsional merujuk pada kondisi di mana masyarakat memiliki kemampuan dasar dalam membaca dan menulis, namun keterampilan tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Mereka mungkin dapat membaca dan menulis kata-kata sederhana, tetapi masih mengalami kesulitan dalam memahami teks yang lebih kompleks atau dalam mengaplikasikan keterampilan membaca dan menulis dalam kehidupan sehari-hari, seperti membaca petunjuk, menulis surat, atau mengisi formulir.

Mengacu pada data dari World Bank pada tahun 2018 menunjukkan bahwa sekitar 55% orang Indonesia mengalami buta huruf fungsional. 

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti Vietnam dan negara-negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang hanya sebesar 20%. 

Hal ini terjadi karena beberapa faktor seperti, rendahnya kualitas pendidikan, rendahnya tingkat loyalitas terhadap pendidikan, kurangnya praktik membaca dan menulis, dan juga kemiskinan.

 

Tingkat Literasi di Indonesia

Tingkat literasi Indonesia sangatlah mengkhawatirkan, berdasarkan riset yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal minat membaca, tepat di bawah Thailand dan di atas Bostwana.

Menariknya, dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca, Indonesia justru berada di atas negara-negara Eropa.

Namun, data dari survei Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019 menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara, menjadikannya salah satu dari 10 negara terbawah dengan tingkat literasi rendah.

Penilaian berdasarkan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) pada tahun 2022 juga mencatat skor Indonesia sebesar 64,48 dari skala 1-100. Angka ini masih dinilai belum menggembirakan dan terus menjadi masalah nasional yang sangat memprihatinkan.


* * *


Dengan demikian, meskipun memiliki infrastruktur yang relatif baik untuk mendukung membaca, tingkat literasi di Indonesia masih memerlukan perhatian dan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan minat membaca dan keterampilan literasi masyarakat secara keseluruhan.


Posting Komentar

0 Komentar