Like Us Facebook

Sayyidah Khadijah: Satu-satunya Wanita yang Meminang Langsung Rasulullah Saw

 



“Demi Allah, aku tidak pernah memperoleh pengganti yang lebih baik daripada Khadijah. Ia yang beriman kepadaku ketika semua orang ingkar. Ia yang mempercayaiku tatkala semua orang mendustakanku. Ia yang memberiku harta di saat semua orang enggan memberi. Dan darinya aku memperoleh keturunan, sesuatu yang tidak kuperoleh dari istri-istriku yang lain.” (HR. Ahmad)



Oleh: M. Salman Arif Az

Beliau bernama Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil Uzza bin Qushay. Khadijah adalah anak perempuan dari Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Za'idah. 

    Khadijah berasal dari bani Asad dari suku Quraisy. Pada Qushay, yakni kakeknya yang keempat, nasabnya Khadijah bertemu dengan Rasulullah saw. 

    Berikut penulis paparkan terlebih dahulu mengenai biografi Siti Khadijah inti Khuwailid.


* * *

 

 

Biografi Khadijah binti Khuwailid

Khadijah lahir pada tahun 556 M, di Makkah, Arab Saudi. Beliau meninggal 22 November 619 M atau 24 Rabi'ul Awal -3 SH. Dimakamkan di Jannatul Ma’la, Mekkah, Arab Saudi.

 

Khadijah merupakan istri pertama Nabi Muhammad, juga satu-satunya istri Nabi Muhammad yang tidak beliau poligami. Khadijah merupakan wanita Assabiqunal Awwalun, yakni orang-orang pertama yang masuk Islam. 


Selain itu, beliau juga dijuluki sebagai Ummul Mukminin. Ummul Mukminin artinya adalah ibu dari orang-orang mukmin. Istilah ini tidak lain sebagai penghormatan status Khadijah istri rasulullah yang dimiliki.

 

    Sebelum Khadijah menikah dengan Rasulullah, Khadijah terkenal sebagai seorang pedagang sukses yang kaya raya. Hingga menikah dengan Rasulullah pun, beliau terkenal demikian. 

    Berikut penulis sajikan kisah Siti Khadijah yang penulis ambil dari beberapa sumber. Mengenai ciri fisik Siti Khadijah, tentunya sudah banyak yang menulis tentang pembahasan tersebut.

 

 

Proyek Dagang Pertama Nabi

Pada suatu hari, kala Khadijah hendak mengirim kafilah dagang ke Syam. Dia mencari seorang yang bisa diutusnya ke Syam untuk mengawasi dan memimpin rombongan dagang tersebut.


Kala itu, masyarakat Makkah sedang ramai membicarakan Muhammad ibnu Abdillah, seorang pemuda yang memiliki kejujuran dan keluhuran budi pekerti di tengah rekan-rekan seumurannya yang sibuk berfoya-foya.


Lantas terfikirkanlah oleh Khadijah untuk mengutus Muhammad guna menangani urusan-urusan perdagangan di Syam. Walaupun sebenarnya beliau belum ada pengalaman berdagang sama sekali.


Akhirnya dipanggillah Muhammad untuk menghadap kepadanya. Khadijah pun berbincang dangan Muhammad membahas tentang proyek yang akan ia berikan nanti. Dalam perbincangan itu, Khadijah memperhatikan Muhammad dari perilaku, cara berbicara dan sikap.


Sebagai pedagang yang berpengalaman, Khadijah tahu bahwa Muhammad adalah orang yang ia cari. Khadijah menyimpulkan bahwa Muhammad adalah pemuda yang cerdas, santun, pandai menjaga diri dan berpenampilan sempurna. 


Muhammad selalu jujur, terpercaya dan memiliki akhlak yang mulia. Dari kesimpulannya mengenai Muhammad tersebut, Khadijah pun memilihnya dan dengan sebang hati Nabi Muhammad pun menerima proyek itu.

 


Pandangan Pertama Khadijah

Dalam perbincangannya dengan Muhammad, Khadijah sebenarnya tidak hanya mengamati perilaku dan sikap Muhammad saja. Namun,  beliau juga mengamati gambaran fisik Muhammad.


Cara Muhammad dalam berjalan menunjukkan rasa percaya diri, postur tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek, tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus. 


Muhammad memiliki kening yang lebar, dagu yang lepas leher yang jenjang, dadanya bidang matanya indah dan lebar dengan bola mata yang hitam pekat, giginya putih cemerkang. 


Memang agak mengherankan jika Khadijah juga memperhatikan semua itu. Ketampanan dan kegagahan Muhammad memang mampu memikat banyak gadis.

 

Tetapi, bukankah Khadijah memanggil dan berbincang dengan Muhammad dalam urusan bisnis? Nampaknya Khadijah tertarik dengan pribadi pemuda ini.

 

Muhammad pun berangkat ke Syam dan Khadijah menyertakan seorang budak laki-laki bernama Maisaroh, untuk ikut membantu membawa barang dagangan. Kemudian Muhammad mulai menjual barang dagangannya. 


Kemudian setelah selesai berdagang, Muhammad pun pulang dari Syam. Sesampainya di Mekah, beliau menemui Khadijah dengan hasil keuntungan dagang yang besar. Beliau pun mendapatkan untung berkali lipat.

 

Di lain waktu, Maisaroh mengabarkan tentang kejujuran, kemuliaan akhlak Muhammad dan sifat-sifatnya yang istimewa, yang ia lihat saat pergi bersama. 


Dia juga menceritakan hal-hal aneh yang ditemuinya sepanjang perjalanan. Sering kali awan menaunginya dikala Muhammad menunggangi unta di bawah panas teriknya matahari.

 

Dan cerita tentang ramalan kondang dari pendeta yang ia dapatkan bahwa Muhammad adalah seseorang yang nantinya akan menjadi Nabi. 


Khadijah pun mulai berpikir dan menimbang semua cerita yang didengarnya. Khadijah mengakui dan mulai bertanya-tanya, perasaan yang ada dalam dirinya.


 

Khadijah Istri Pertama Nabi Muhammad Saw

Khadijah lahir 15 tahun sebelum Rasulullah. Khadijah muda adalah seseorang yang cantik parasnya dan baik perilakunya. Sebelum menikah dengan Muhammad, Khadijah sudah pernah menikah sebanyak dua kali.

 

Pertama, dengan Abu Halah an-Nabbasy. Kemudian Halah wafat dan meninggalkan dua anak laki-laki, yakni Hindun dan Hallah. Kedua, Khadijah menikah dengan ‘Atiq ibnu ‘Aidz al-Makzumi lalu ‘Atiq juga meninggal. Dari suaminya yang kedua ini Khadijah memperoleh seorang anak perempuan yang —lagi-lagi— diberi nama Hindun.

 

Dalam tradisi Arab, seorang wanita hanya boleh menunggu lamaran dari laki-laki. Namun, Khadijah bukan lagi perawan muda, Khadijah juga sudah berpengalaman dalam melibatkan seorang laki-laki untuk menjalankan bisnisnya. 


Hingga terbesitlah, apa salahnya kalau beliau memilih sendiri laki-laki yang bisa mendampingi hidupnya? Apa salahnya jika beliau memilih Muhammad sebagai pendamping hidupnya?

 

Walaupun diselimuti rasa ragu, akhirnya Khadijah memutuskan untuk berencana menikah dengan Muhammad dan mengambil inisiatif untuk meminangnya. Namun, Khadijah bimbang, apakah Muhammad mau menerima pinangannya. 


Melihat Khadijah adalah orang yang memiliki status sosial tinggi dan selisih umur yang terpantau cukup jauh. Sedangkan Muhammad bukanlah lelaki yang rakus dan mudah tergoda dengan hal-hal yang bersifat materialis. 


Disisi lain, Muhammad adalah seorang pemuda, Khadijah berpikir bahwa menikahi gadis sebayanya adalah menjadi hak Muhammad.

 

Khadijah mengambil solusi dangan cara mengutus sesorang yang akan menjalin pendekatan kepada Muhammad. Orang itu adalah Nafisah binti Umayyah yang mana masih kerabat dari Muhammad sendiri. 


Nafisah melakukan “diplomasi” kepada Muhammad, menasehati bagaikan ibu, menceritakan tentang pentingnya menikah.

 

Ketika Muhammad bisa diyakinkan tentang pentingnya menikah, Nafisah menawarkan wanita yang patut untuk dinikahi adalah Khadijah. Muhammad pun terkejut. Menurutnya, Nafisah berlebihan. 


Muhammad berpikir dari mana ia akan mendapatkan harta untuk membayar mahar Khadijah. Muhammad merendah dan menganggap bahwa dirinya bukan siapa-siapa, hanya pemuda miskin yang tak punya apa-apa.

 

Nafisah kembali meyakinkannya dengan menangkis alasan materialis yang Muhammad katakan. Nafisah akan menanggung semua biaya pernikahannya nanti. Di samping itu, Nafisah juga menyebutkan alasan kenapa Khadijah menjadi wanita yang patut untuk dinikahi. 


Khadijah adalah wanita yang cantik, kaya, bagus nasabnya, pandai menjaga kehormatan dan luhur akhlaknya. Masyarakat pun menjulukinya sebagai “wanita yang suci”.

 

Nafisah kembali manghadap kepada Khadijah, dan memberitahu hasil pendekatannya. Lalu Khadijah mengundang Muhammad ke kediamannya. Di sana, Khadijah mengungkapkan secara langsung pinangannya dengan percaya diri.

 

Khadijah menunjukkan bahwa wanita bisa menangani urusan-urusannya sendiri, berhak melakukan apa pun demi mencapai kebahagiaan, serta boleh menerima siapapun yang pantas menjadi tamunya.

 

Beginilah yang diucapkan Khadijah kepada Muhammad: “Wahai anak pamanku! Aku berhasrat menikah denganmu atas dasar kekerabatan, kedudukanmu yang mulia, akhlakmu yang baik, initegritas moralmu dan kejujuran perkataanmu.”

 

Muhammad menerimanya. Kemudian hari pernikahan yang ditunggu-tunggu pun datang. Pernikahan itu dilaksanakan setelah dua bulan 15 hari Muhammad pulang dari Syam. 


Mahar yang diberikan kepada Khadijah adalah 20 ekor unta. Usia Muhammad saat itu 25 tahun, sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.

 


Anak-anak Khadijah

Setelah penantian panjang, tepat di waktu 3 tahun setelah pernikahan, akhirnya Khadijah merasakan tanda-tanda pergerakan janin yang ada diperutnya. Lahirlah bayi laki-laki, kemudian diberi nama Qasim. 


    Muhammad kala itu sudah menginjak umur 29. Hari kelahiran Qasim ini menjadi hari yang sangat membahagiakan bagi keduanya.

 

Selang kira-kira satu tahun kemudian, lahir bayi yang kedua, bayi itu laki-laki, diberilah nama Abdullah. Kemudian di tahun selanjutnya lahir bayi yang ke tiga perempuan, lalu diberi nama Zainab. 


Setelah itu, lahir bayi yang keempat yaitu Ruqayyah kemudian disusul bayi yang kelima yaitu Ummu Kultsum. 


Setelah kelahiran Ummu Kultsum, di umur pernikahan Khadijah yang 10 tahun, Khadijah kembali melahirkan anak keenam, si bungsu anak perempuan yang diberi nama Fatimah. Saat itu, Muhammad berumur 35 tahun dan Khadijah 50 tahun.

 

Sebenarnya rasa khawatir Khadijah seringkali muncul ketika mengetahui bahwa anak yang dilahirkan adalah perempuan. Sudah 4 kali dia melahirkan anak perempuan. 


Hal ini dilatarbelakangi oleh anggapan masyarakat Arab tentang memiliki bayi perempuan itu adalah aib dan merupakan sebuah kehinaan bagi keluarga. 


Namun, Muhammad tidak pernah menanggapi hal tersebut, bahkan beliau sama sekali tidak mempercayainya, beliau selalu memperlihatkan kebahagiaan yang tulus ketika putra-putrinya lahir dengan selamat. 


Sehingga rasa khawatir yang dimiliki Khadijah seiring dengan berjalannya waktu, hilang dengan sendirinya.


 

* * *

 

 

Ada hal menarik yang bisa diambil dari kisah Khadijah ini, dan ini merupakan salah satu keistimewaan Siti Khadijah. 


    Keputusan Khadijah untuk meminang Muhammad ini sebetulnya merupakan sebuah tradisi baik yang memihak dan menghormati wanita, kalau sebenarnya wanita itu berhak untuk mengatur urusan-urusannya sendiri. 


    Pemilihan Muhammad sebagai calon suaminya didasarkan pada budi pekerti yang mulia dan perilaku yang luhur.


Kemudian saat Khadijah mengungkapkan perasaannya secara langsung, itu menunjukkan perjuangan, rasa percaya diri yang tinggi serta keberanian menuntut hak dan menyampaikan aspirasi tanpa perantara. Sekian dan terimakasih. Semoga bermanfaat.

 

 

 

Referensi:


Posting Komentar

1 Komentar