Like Us Facebook

Kisah Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra, Mencintai dalam Diam


Begitulah cinta yang mereka miliki, cinta yang semakin mendekatkan diri mereka kepada Allah, bukan sebaiknya. Karena Dialah Sang Maha Pencipta.



Oleh: Sri Wahyuni 

Kisah cinta para Nabi memang menarik untuk dibahas. Namun, tak kalah menarik juga kisah cinta para sahabat Nabi. Dari yang biasa hingga seindah film romansa. Tentunya tak jauh dari kisah mereka para Khulafa.

Melihat percintaan para remaja, kali ini akan kita ambil kisah Ali dan Fatimah Az-Zahra. Kisah mencintai dalam diam tapi berujung ke pelaminan.


* * *

 

Sebelum ke cerita utama, mari kita perkenalkan siapa Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Ali bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad saw. yang menjadi Khulafaur Rasyidin. 

    Nasabnya dengan Nabi Muhammad bertemu di kakek mereka, yaitu Abdul Muthalib bin Hasyim. Hal ini berarti bahwa ia merupakan sepupu Rasulullah saw.

Ali bin Abi Thalib menikah dengan putri kesayangan Rasulullah yang bernama Fatimah Az-Zahra. Sehingga berarti, beliau adalah suami Fatimah Az Zahra.


Baca Juga: Kisah Romansa Pasangan Sahabat Nabi

 

Kisah Fatimah Az Zahra dan Ali Bin Abi Thalib

Kisah cinta Ali dan Fatimah bermula ketika Sahabat Ali melihat kesigapan Fatimah mengobati luka Rasulullah usai berperang.  Ali jatuh hati pada Fatimah yang merupakan teman kecilnya.

Di bawah didikan penuh Nabi Muhammad, gadis itu tumbuh sebagai wanita cantik yang sikapnya sangat perlu diteladani. Tentunya wajar saja jika di hatinya timbul rasa ingin memiliki.

Namun, apalah daya dirinya yang selalu berkecil hati. Oleh karena itu, manakala Sahabat Abu Bakar As-Shiddiq datang ke kediaman Nabi, ia hanya bisa menyendiri, berdoa dan menata hati. Beginilah doa Ali bin Abi Thalib saat jatuh cinta:

 

Yaa Allah...

Kau tahu…

Hati ini terikat suka akan indahnya seorang insan ciptaan-Mu.

Tapi aku takut, cinta yang belum waktunya menjadi penghalangku mencium surga-Mu.

Berikan aku kekuatan menjaga cinta ini, sampai tiba waktunya, andaikan Engkau pun mempertemukan aku dengannya kelak.

Berikan aku kekuatan melupakannya sejenak.

Bukan karena aku tak mencintainya.

Justru karena aku sangat mencintainya.

Inilah cinta, ia menentramkan, bukan menggelisahkan.

Iya mendekatkan diri pada Tuhan, bukan menjauhkan.

Siapapun ingin memiliki cinta seperti ini.

Aku pun begitu.

 

Ketika Sahabat Ali mendengar kabar bahwa lamaran Abu Bakar ditolak, untuk sesaat ia merasa lega. Namun, tetap tiada keberanian untuknya datang melamar. Hingga lamaran kedua itu datang. Kali ini, dari Sahabat Umar bin Khattab, yang ternyata ditolak juga.

Hati sahabat Ali terombang-ambing. Di satu sisi ia ingin melamar Fatimah, tapi di sisi lain ia cemas. Sahabat seperti Abu Bakar dan Umar yang mulia tentunya tak dapat dibandingkan dengan dirinya baik dari segi jihad maupun harta.

Namun, cobaan hati tak akan menunggu kesiapan Sahabat Ali, sebelum ia memantapkan hati, sahabat lain mendatangi Nabi. Pinangan itu hadir kembali. Kali ini dari Sahabat Abdurrahman bin Auf, yang juga tak dapat ia tandingi.  Dan ketika lamaran itu tak diterima, barulah sahabat Ali memantapkan hati.

Kali ini dirinyalah yang akan datang meminangnya. Dengan berbekal doa, keberanian, dan dorongan para sahabat lain, bahwa mungkin saja memang dia yang ditunggu, Sahabat Ali melangkahkan kaki.

Hingga tibalah Sahabat Ali di hadapan baginda Rasulullah, ia hanya menunduk hingga akhirnya Rasulullah bertanya, “Apa yang membawamu kemari, wahai Ali?” “Ya Rasulullah, aku hendak meminang Fatimah”

Rasulullah tersenyum, ia mengatakan bahwa Fatimah selalu menolak lamaran yang datang sehingga kali ini Sahabat Ali juga harus menunggu jawaban.

Kemudian Rasulullah menanyakan kepada Fatimah apakah ia menerima lamaran Sahabat Ali. Fatimah hanya diam. 

Namun, seperti halnya kaidah yang berbunyi,Assukutu alamatun Naam”, sikap diamnya Fatimah berarti bahwa ia setuju. Betapa gembiranya hati Ali. Seseorang yang menjadi pujaan hatinya menerima pinangannya.

“Apakah engkau memiliki sesuatu yang akan engkau jadikan mahar, wahai Ali?” Ketika mendapat pertanyaan tersebut, Ali menjawab bahwa ia hanya memiliki sebilah pedang, baju zirah, dan seekor unta.

Rasulullah mengatakan bahwa tak mungkin bagi seorang kesatria untuk berpisah dengan pedang, sedangkan unta tersebut pasti digunakan untuk mengairi tanaman. Sehingga Rasulullah akhirnya memerintahkan Ali untuk menjadikan baju zirah-nya sebagai mahar.

Pergilah Sahabat Ali ke kediaman Utsman bin Affan untuk menjual baju zirah tersebut seharga 400 dirham. Pada bulan Dzullhijjah tahun 2 Hijriah berlangsunglah pernikahan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Azzahra. Begitulah kisah pernikahan Sahabat Ali dan Fatimah.

 

* * *

 

Sesungguhnya Rasulullah telah mendapat kabar dari Allah bahwa keduanya telah ditakdirkan berjodoh. Keduanya sama-sama memendam perasaan cinta, yang hanya diadukan kepada Allah.

Berserah diri dan mengembalikan segala urusan kepada-Nya. Begitulah cinta yang mereka miliki, cinta yang semakin mendekatkan diri mereka kepada Allah, bukan sebaiknya. Karena Dialah Sang Maha Pencipta.


Referensi:

Posting Komentar

0 Komentar