Like Us Facebook

Biografi dan Kiprah KH Abdul Wahab Hasbullah, Salah Satu Tokoh Pendiri NU


Ada banyak cara yang dilakukan para pejuang Indonesia guna mengusir para penjajah. Mulai dari perlawanan fisik, hingga perlawanan ideologi.



Oleh: Fikri Allifudin

Di zaman yang penuh dengan para intelektual dan pemikir ulung, KH Abdul Wahab Hasbullah tetap menjadi sosok yang menginspirasi dalam dunia pemikiran Islam di Indonesia. 

    Sejak usia dini, KH Abdul Wahab Hasbullah memang telah menunjukkan minat dan bakat yang luar biasa dalam mempelajari agama. Dalam kiprahnya sebagai seorang ulama, beliau aktif dalam mengajar dan menulis buku tentang agama Islam.

Sebagai seorang cendikiawan muslim, KH Wahab Hasbullah juga berkontribusi dalam bidang pendidikan. Beliau mendirikan beberapa lembaga pendidikan Islam yang memberikan pendidikan berkualitas kepada generasi muda.

Karya-karyanya yang luas dan pemikirannya yang kritis tetap menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang hingga hari ini. Beliau dihormati sebagai salah satu ulama terbesar di Indonesia yang memperjuangkan nilai-nilai keadilan, keberanian, dan kedamaian.

Lantas, bagaimana dengan kisah hidup beliau serta kiprahnya sebagai tokoh pendiri Nahdlatul Ulama? Mari simak ulasan berikut ini.


* * *

 

Biografi KH Wahab Hasbullah

KH Abdul Wahab Hasbullah berasal dari Kampung Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur. Beliau dilahirkan pada 31 Maret 1888. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah keturunan seorang ulama besar bernama KH Hasbullah Said, pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang. Sedangkan ibu KH Abdul Wahab Hasbullah bernama Nyai Latifah.

Sama seperti ulama-ulama lain, masa kecil Abdul Wahab Hasbullah selain diisi dengan bermain, juga ditanamkan pendidikan agama sedini mungkin, apalagi lingkungan tempatnya tinggal adalah Pesantren Tambak Beras.

Wahab kecil sering menyaksikan ayahnya membimbing para santri mengaji kitab kuning baik secara bandongan maupun sorogan. Oleh karena itu, beliau tidak asing dengan kitab kuning, khazanah intelektual ulama-ulama terdahulu di berbagai pesantren, yang menjadi bagian terpenting dari transmisi pengetahuan Islam dari generasi ke generasi.

Rumahnya sendiri boleh dikatakan gudangnya kitab kuning, dimana Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah mengoleksi banyak kitab sebagai referensi untuk mengajar atau ketika harus mengambil keputusan atas berbagai persoalan sehari-hari.

 

Pendidikan KH Abdul Wahab Hasbullah

Masa pendidikan Abdul Wahab dari kecil hingga besar dihabiskan di Pondok Pesantren. KH Abdul Wahab Hasbullah belajar di pesantren selama 20 tahun, beliau secara intensif menggali pengetahuan keagamaan dari beberapa pesantren.

Diantara pesantren yang pernah disinggahi Kiai Abdul Wahab adalah sebagai berikut:

  1. Pesantren Langitan, Tuban (Kiai Ahmad Sholeh)
  2. Pesantren Mojosari, Nganjuk (Kiai Zainuddin)
  3. Pesantren Cempaka
  4. Pesantren Tawangsari, Sepanjang (Kiai Mas Ali dan Kiai Mas Abdullah)
  5. Pesantren Kademangan Bangkalan, Madura (Syekh Kholil Bangkalan)
  6. Pesantren Branggahan, Kediri (Kiai Faqihuddin)
  7. Pesantren Tebuireng, Jombang (Kiai Hasyim Asy’ari). Di pesantren Tebuireng, beliau menjadi santri selama 4 tahun.

Setelah lama belajar ke berbagai pesantren, seperti kebanyakan santri Jawa saat itu, KH Wahab Hasbullah pada umur 27 untuk pertama kalinya pergi ke Makkah, selain bermaksud untuk menunaikan rukun Islam kelima, juga untuk memperdalam keilmuannya.

KH Abdul Wahab Hasbullah bermukim di Makkah selama 5 tahun, beliau bertemu dengan ulama terkemuka dan kemudian berguru kepada mereka. Diantara guru-gurunya selama di Makkah adalah sebagai berikut:

  1. Syekh Mahfudz Termas, terutama dalam ilmy Tasawuf, hukum, dan Ushul Fiqh.
  1. Kyai Muhtarom Banyumas, dalam mempelajari kitab Fathul Qorib.
  2. Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, belajar ilmu Fiqh.
  3. Kiai Bakir Yogyakarta, dalam ilmu Mantiq.
  4. Kiai Asyari Bawean, dalam ilmu Hisab.
  5. Syekh Said Al-Yamani dan Syekh Ahmad bin Bakry Syatha dalam keilmuan nahwu.
  6. Syekh Abdul Karum Al-Daghestani, menamatkan kitab Tuhfah.
  7. Syekh Abdul Hamid Kudus, mengenai ilmu ‘Arudh dan Ma’ani.
  8. Syekh Umar Bajaned, dalam ilmu Fiqh.

 

Selama di Makkah, selain belajar ilmu agama, Kyai Abdul Wahab juga menggeluti kehidupan berorganisasi. Beliau mendirikan organisasi Serikat Islam (SI) cabang Makkah, bersama dengan Kiai Abbas dari Jember, Kiai Asnawi dari Kudus, dan Kiai Dahlan dari Kertosono.

Sesudah menuntut berbagai ilmu di Makkah sebagai bekal untuk beramal dan berjuang, kemudian beliau kembali ke Indonesia bersama Kiai Bisri Syansuri.

 

Kiprah KH Abdul Wahab Hasbullah dalam Mendirikan Nahdlatul Ulama

Biografi pendiri Nahdlatul Ulama tidak lepas dari kiprah KH Abdul Wahab Hasbullah. Sejarah hidup KH Abdul Wahab Hasbullah tidak bisa dipisahkan dengan Nahdlatul Ulama, demikian pula sebaliknya. 

    Ciri khas yang menjadi perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah sangat erat dengan kalangan nasionalis, Islam, dan NU.

KH Abdul Wahab Hasbullah mencurahkan seluruh hidupnya untuk Nahdlatul Ulama, oleh sebab itu beliau merupakan sumber inspirasi. 

Perjuangan dan pergerakan Kiai Wahab Hasbullah menjadi pelopor kebebasan berpikir dalam kalangan Islam, melawan penjajah, menjadi inspirator, dan pendiri organisasi kemasyarakatan Islam Nahdlatul Ulama.

Kiai Wahab Hasbullah merupakan tokoh penting dalam proses berdiri sampai berkembangnya NU. 

Beliau menjadi Kiai yang paling lama berkiprah di pentas nasional. Hal tersebut karena beliau berkiprah tanpa henti mengikuti tiga zaman, yaitu masa pergerakan sampai merebut kemerdekaan, masa kepemimpinan Sukarno (Orde Lama), dan masa kepemimpinan Soeharto (Orde Baru).

Kiai Wahab Hasbullah dikenal sebagai sosok kiai yang berani berkelahi lewat jalur organisasi dan politik. Hal ini, dibuktikan dengan banyak mendirikan organisasi, mulai dari mendirikan Nahdlatul Wathan 1916 (dalam bidang pendidikan), Tashwirul Afkar 1918 (forum diskusi ilmiah), dan Nahdlatul Tujjar 1918 (dalam bidang ekonomi).

Organisasi-organisasi tersebut merupakan realisasi pemikiran Kiai Wahab Hasbullah yang bercorak bebas kemudian dijadikan tiga pilar pondasi berdirinya suatu organisasi besar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama. 

Selain itu, Kiai Wahab Hasbullah juga menginspirasi para pemuda untuk mendirikan Syubbanul Wathon 1924 yang menjadi cikal bakal berdirinya Ansor.

Nahdlatul Ulama sendiri didirikan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926. Pendirian NU digagas oleh para kiai yang menggelar pertemuan di kediaman Kiai Wahab Hasbullah di Surabaya. 

Kiai-kiai yang hadir dalam pertemuan tersebut diantaranya adalah KH Hasyim Asy’ari, KH Bisri Syansuri (Jombang), KH Ridwan (Semarang), KH Raden Asnawi (Kudus), KH Nawawi (Pasuruan), KH Nahrowi (Malang), dan KH Alwi Abdul Aziz (Surabaya).

Selain kiai-kiai tersebut, masih ada beberapa ulama lagi yang menghadiri pertemuan tersebut. Mereka berada di bawah pimpinan Kiai Wahab.

Di dalam pertemuan tersebut, muncul beberapa keputusan:

  1. Mengirim delegasi ke Kongres Dunia Islam di Makkah untuk memperjuangkan kepada Raja Ibnu Sa’ud agar hukum-hukum menurut empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) mendapat perlindungan dan kebesasan dalam wilayah kekuasaannya.
  2. Membentuk suatu jam’iyyah bernama Nahdlatul Ulama (kebangkitan para ulama) yang bertujuan menegakkan berlakunya syariat Islam yang berhaluan salah satu dari empat madzhab: yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Jam’iyyah ini disusun dengan kepengurusan Syuriah dan Tanfidziyah. Nama Nahdlatul Ulama diusulkan oleh KH Alwi Abdul Aziz dari Surabaya.

Proses kelahiran NU, pada masa-masa awal berjalan cukup alot, karena KH Hasyim Asy’ari sebagai sesepuh para kiai di Jawa dan telah disiapkan untuk menjadi pimpinan utama ternyata tidak langsung menerima tawaran tersebut. 

Setelah Syekh Kholil Bangkalan ikut andil dalam meyakinkan KH Hasyim Asy’ari, maka beliau berkenan menerima kepemimpinan Nahdlatul Ulama.

Peran dan kiprah Kiai Wahab Hasbullah terlihat dengan mendirikan dasar-dasar kepemimpinan dalam kepengurusan NU dengan komposisi Syuriah dan Tanfidziah. 

Dasar-dasar kepemimpinan tersebut merupakan persatuan antara tenaga tua yang berwibawa dan kaya akan pengalaman dengan tenaga muda yang penuh kesanggupan dan semangat yang menyala-nyala.

Kiprahnya terlihat lagi dalam proses pembesaran kemajuan organisasi ini. Menginjak usia 15 tahun, NU telah mempunyai badan otonom, di antaranya adalah ANU (Ansor Nahdlatul Ulama) dan gerakan wanita muslimat. 

Di samping itu, NU mulai mengarahkan program-programnya di bidang pertanian dan ekonomi. Maka, didirikanlah sebuah badan otonom bernama Petanu (Persatuan Tani Nahdlatul Ulama) dan Nahdlatul Ulama bagian ekonomi.

Bukan Kiai Wahab Hasbullah namanya jika tidak memutar otak dan selalu gelisah mencari cara untuk mewujudkan cita-citanya. 

Beliau juga pernah membeli sebuah percetakan sebagai pusat aktivitas NU. Hal ini, tak lain merupakan bentuk totalitas perjuangan beliau terhadap organisasi NU.

Dari sinilah kemudian beliau merintis tradisi jurnalistik modern dalam NU. Tradisi ini dilandasi oleh pemikiran Kiai Wahab Hasbullah yaitu untuk menyebarkan gagasan NU secara lebih efisien dan efektif yang selama ini selalu menggunakan dakwah panggung dan pengajaran di pesantren. 

Sejak saat itulah mulai diterbitkan majalah tengah bulanan Suara Nahdlatul Ulama yang dipimpin oleh Kiai Wahab Hasbullah.

    Kiai Wahab Hasbullah dikategorikan sebagai sosok yang mempunyai andil terbesar dalam meletakkan dasar-dasar organisasi NU. 

    Hampir di semua sektor beliau menggagas ide-ide yang cemerlang untuk perkembangan NU mulai dari intelektual, jurnalistik, peletak dasar struktur Syuriah dan Tanfidziah NU, sampai siasat bertempur di medan laga.

Hal ini karena beliau mempunyai prinsip, “Kalau kita mau keras harus punya keris.” Artinya kalau ingin menjadi besar, seseorang harus mempunyai kekuatan, baik kekuatan politik, militer, maupun batin.


Perjuangan KH Abdul Wahab Hasbullah dalam Melawan Penjajah

Selain prestasi-prestasi yang disebutkan, perlu dicatat juga bahwa Kiai Wahab Hasbullah juga aktif dalam gerakan-gerakan melawan penjajah untuk membebaskan negara ini dari kungkungan penjajah.

Hal tersebut dibuktikannya dalam membentuk pasukan Laskar Hizbullah yang dipimpin oleh KH Zainal Arifin dan Laskar Sabilillah pimpinan KH Masykur untuk berperang melawan penjajah serta untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan NKRI. 

Komitmen tersebut kemudian diaplikasikan oleh Kiai Wahab Hasbullah dengan mencetuskan Resolusi Jihad.

 

Wafatnya KH Abdul Wahab Hasbullah

Kiai Wahab Hasbullah wafat pada hari rabu, 29 Desember 1971 dan makam KH Abdul Wahab Hasbullah terletak di komplek Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras, tepatnya di sisi barat Desa Tambakrejo, Jombang.

Atas seluruh perjuangan yang dilakukan semasa hidup beliau, pada tanggal 7 November 2014, Presiden Joko Widodo memberikan gelar Pahlawan Nasional Indonesia atas peran beliau dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.


* * *


Dari sini, dapat kita simpulkan bahwasanya ada banyak cara yang dilakukan para pejuang Indonesia guna mengusir para penjajah. Mulai dari perlawanan fisik, hingga perlawanan ideologi. 

Dalam hal ini, muncullah beberapa perlawanan, yang membedakannya adalah bentuk dari perlawanan, yang semula bersifat militer/fisik, kemudian berubah menjadi perlawanan ideologis.

    Salah satu bentuk perlawanan ideologis adalah apa yang telah diprakarsai oleh KH Abdul Wahab Hasbullah, dengan corak pemikirannya yang bebas, beliau menjadi ulama kharismatik dan aktivis yang menggelorakan Islam tradisionalis. 


Referensi:

Posting Komentar

0 Komentar