Berkarya seni itu bukan hanya tentang karya saja, tapi juga tentang kehidupan
Oleh: M. Ryan Romadhon
Pada 20 Mei sampai
27 Mei lalu, Umar Farq,
seorang santri-seniman, telah sukses mengadakan pameran
tunggal bertajuk “Secrets of Qur’an”.
Pameran yang bertempat di Play Ground Jogo Kali ini menyuguhkan irisan bentangan doa yang disatukan dalam laku
artistiknya bersamaan dengan imaji simbolik spritual dari teks Al-Qur’an.
Secrets of Qur’an adalah tawaran yang dihadirkan Umar sebagai cara membaca rahasia
Al-Qur’an, sekaligus mempertegas kontemplasinya, serta
bagaimana kesantriannya dimunculkan dalam mewarnai identitas pengkaryaannya.
* * *
Latar Belakang Karya Living Qur’an Umar Farq
Pada masa kecil, setelah lulus Sekolah Dasar, Umar Farq
dititipkan oleh ayahnya untuk nyantri dan sekolah di Pondok Pesantren Al-Iman Bulus, Kec. Gebang, Kab. Purworejo. Sebuah pondok
pesantren dengan latar belakang keilmuan Tafsir Al-Qur’an.
Dari pesantren ini, ia mulai mengenal
dunia seni rupa lukis, khususnya kaligrafi Al-Qur’an lewat kegiatan ekstrakulikuler yang diadakan oleh institusi
tersebut.
Setelah lulus
dari Ponpes Al-Iman, ia kemudian melanjutkan
pendidikan seni rupa di ISI Yogyakarta, sembari masih nyantri di Pondok
Pesantren Al-Qur’an Nurul Iman di daerah Sorogenen, Yogyakarta.
Dari sini terlihat bahwa budaya kepesantrenan memang sudah melekat di dalam hidupnya sejak lahir.
Ayah Umar merupakan alumni Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang, dan setelah dari Tegalrejo, beliau
melanjutkan nyantri dan mengabdi di tempat kakek bernama Simbah Ahmad Bin Siraj
di salah satu desa di Purworejo, yaitu Desa Jambul.
Di saat ayah Umar mempelajari kitab-kitab kuning dari
Simbah Jambul, ayahnya juga mendapatkan banyak ijazah doa-doa, baik itu berbentuk rajah
ataupun doa-doa amaliah yang biasa dilakukan oleh kalangan masyarakat Islam.
Melihat bacaan doa-doa ataupun rajah yang ditulis, Umar mulai tertarik untuk
mempelajari lebih dalam tentang warisan doa atau rajah-rajah tersebut, yakni doa-doa yang
lebih banyak diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an, meskipun ada
beberapa doa yang berbahasa Jawa atau Sunda namun di tulis dengan tulisan Jawi (Arab pegon).
Dalam hal ini, Umar melihat secara
objektif bahwa doa-doa atau rajah tersebut bisa disebut sebagai
bentuk hasil kebudayaan yang berangkat dari ragam proses reaksi manusia
terhadap Al-Qur’an (Living Qur’an), dimana manusia meresepsi, mereaksi dan
mentransformasikan ayat ke dalam bentuk-bentuk doa dan rajah.
Dari hal tersebut, ia lalu mendapat rangsangan dan ketertarikan untuk mengeksplorasi
beragamnya proses interaksi manusia terhadap Al-Qur’an (Living Qur’an)
dalam bentuk karya seni.
Adapun Living Qur’an
yang Umar maksudkan di sini lebih terkhusus pada penciptaan karya seni yang dilandasi dari
Al-Qur’an bersamaan dengan kesadaran kultural yang melekat pada dirinya melalui
metodologi resepsi estetik.
Resepsi estetis adalah tentang bagaimana ia menerima dan
bereaksi terhadap Al-Qur’an dengan cara menerima, merespon, memanfaatkan atau
menggunakannya dengan kerangka metodologis estetika.
Aksi resepsi estetis Umar terhadap Al-Qur’an sejatinya merupakan interaksi antara dirinya sendiri dengan teks Al-Qur’an.
Resepsi estetisnya terhadap teks Al-Qur’an bukanlah reproduksi arti secara monologis,
melainkan proses reproduksi makna yang sangat dinamis antara dirinya dengan teks
Al-Qur’an. Proses resepsi estetis merupakan pengejawentahan dari kesadaran
intelektual ia sendiri.
Nah, berdasarkan kenyataan itulah, pemilihan Living Qur’an sebagai titik tolak penciptaan seni lukis ini merupakan ikhtiarnya dalam rangka pencapaian nilai-nilai baru seni lukis Islam.
Selain itu, juga
dapat memperkaya khazanah Living Qur’an yang terkhususkan pada proses
dialektika Umar dan masyarakat dalam meresepsi Al-Qur’an dan
mengaktualisasikannya pada wujud karya seni lukis Al-Qur’an.
Ciri Khas Karya Umar Farq
Ciri khas karyanya memiliki visual abstraksi bertabur aksentuasi potongan ayat Al-Qur’an sebagai penekanan pada konsep dan gagasan estetika kaligrafi Al-Qur’an.
Dalam hal ini, Umar memaknai, meresepsi dan
mengeksplorasi objek lukisnya yang berasal dari nilai dan eksistensi yang
terkandung dalam ayat Al-Qur’an untuk menjadi sumber ide penciptaannya.
Adapun hasil dari
penciptaannya berupa gambaran atas refleksi diri terhadap pengalaman religius
yang sudah didapat dan dipelajari.
Dalam gagasan penciptaan karyanya, Umar berusaha menceritakan
keragaman cara hidup masyarakat muslim Jawa dalam merespon Al-Qur'an, pencarian
spiritualitas dan sufistik Islam Nusantara.
Dalam persepsi Umar Farq, dialektika antara Al-Qur’an dan realitas
selalu terjadi dan melahirkan ragam penafsiran. Variasi tafsir ini pada gilirannya
menghadirkan wacana dalam ranah pemikiran serta tindakan praksis dalam realitas
sosial untuk dapat memenuhi banyak fungsi dalam kehidupan umat Islam.
Baca Juga: IKMA Selenggarakan Workshop Wirausaha Berbasis Online bersama Santri Al-Iman Bulus
Tips Menjadi Seniman Menurut Umar Farq
Dalam kesempatan pameran tersebut, Umar Farq juga memberikan beberapa tips bagi seseorang yang ingin menjadi seniman. Adapun beberapa tips tersebut adalah:
- Seorang seniman harus sering membaca, agar bertambah wawasannya
- Seorang seniman harus sering melihat berbagai macam karya
- Seorang seniman harus tahu wacana
* * *
Demikianlah hasil wawancara eksklusif tim Bilqolam dengan
Umar Farq dalam pameran yang bertajuk “Secrets of
Qur’an”.
Semoga uraian hasil wawancara eksklusif bersama Umar Farq tersebut bermanfaat dan sedikit mengubah perspektif pembaca mengenai karya seni serta memotivasi para santri Al-Iman lainnya. Selamat membaca.
2 Komentar
Semoga dapat menginspirasi santri Bulus lainnya.
BalasHapusSangat menginspirasi, keren min.
BalasHapus