Kecerdasan seseorang tidak ditentukan dari jenis kelaminnya, akan tetapi dari usaha dan doanya
Oleh: Mohammad Faqih
Pembahasan mengenai perempuan tidak pernah ada habisnya. Kekurangan dan juga kelemahannya seperti terus menerus dicari.
Jika memang terdapat
kekurangan, maka kekurangan tersebut akan disangkut-pautkan dengan dalih-dalih
keagamaan.
* * *
Misalnya saja dalam ranah pesantren, kalau diamati, dalam kompetisi mapel umum,
kebanyakan santri yang meraih juara adalah dari kalangan santri putri, namun dalam mata pelajaran pesantren (berbasis kitab kuning) kebanyakan santri putri tidak dapat meraih prestasi sepertihalnya santri putra.
Sebenarnya, bagaimana
hal ini bisa terjadi? Kalau memang secara kodrat kemampuan laki-laki lebih
unggul daripada perempuan, tentu perempuan tidak akan memiliki kesempatan untuk
meraih prestasi dalam mapel umum.
Dalam literatur klasik (turots), banyak ditemukan ujaran-ujaran yang seakan memarginalkan perempuan,
seperti larangan perempuan berpolitik, menjadi hakim, dan menjadi saksi. Semua ujaran tersebut didasarkan pada anggapan lemahnya akal perempuan.
Mengenai kurangnya akal perempuan, Syekh Ali ash-Shobuniy
dalam penafsirannya terhadap Surat an-Nisa’ Ayat 34 menerangkan bahwa
keunggulan laki-laki atas perempuan terletak pada akalnya.
Selain itu, dalam pandangan Filsafat Aristoteles, seorang
laki-laki adalah superior diatas perempuan, karena memang tidak memiliki akal yang cukup untuk mencerna dan memahami.
Dari sini, dapat ditarik kesimpulan bahwa baik secara literatur klasik maupun
filsafat, memang memberikan stereotip bahwa akal perempuan lebih rendah
daripada laki-laki.
Mengikis Stereotip Buruk terhadap Akal Perempuan
Menanggapi hal tersebut, tentu perlu dikoreksi lebih lanjut apakah
memang benar, perempuan adalah makhluk nomor dua dalam ranah akal, atau
hanya sekedar stereotip saja.
Dalam membahas topik ini, perlu kiranya dibahas dengan sudut pandang objektif agar dapat diterima secara logika oleh pihak yang pro terhadap stereotip buruk akal perempuan.
Selain itu, juga benar-benar memberikan kesadaran bahwasanya
kecerdasan seseorang tidak ditentukan dari jenis kelaminnya akan tetapi dari
usaha dan doanya.
Faktor Penyebab Stereotip Buruk terhadap Akal Perempuan
Ada beberapa penyebab kemampuan perempuan tidak begitu tampak layaknya
laki-laki dalam hal ilmu pesantren (kitab kuning), diantaranya:
1. 1. Kesempatan mereka mempelajari kitab kuning lebih sedikit daripada
laki-laki
Hal ini bisa jadi karena laki-laki mendapatkan kesempatan mengaji langsung dengan
pengasuh atau karena ada tuntutan-tuntutan lain.
2. 2. Asumsi yang melekat dalam benak santri putri bahwasannya dalam
urusan kitab kuning mereka tidak akan dapat mengalahkan laki-laki
Jadi, sehebat
apapun seorang guru, namun apabila dalam internal orang tersebut tidak memiliki spirit untuk berjuang,
maka ia tidak akan mendapatkan hasil yang diharapkan.
3. 3. Adanya statement yang melemahkan spirit untuk berjuang lebih, dan
mirisnya statement ini keluar dari orang-orang yang disegani
4. 4. Tidak siap menjadi berbeda dari yang lain
Diakui atau tidak, lingkungan juga berpengaruh pada karakter seseorang.
Jika hidup dalam lingkungan non pemikir (bodo amat dalam urusan belajar), maka ia perlu kuat mental untuk bertahan di lingkungan yang tidak sesuai dengan karakternya tersebut.
Apabila
ia tidak dapat menguatkan mentalnya, maka ia harus berusaha untuk menyelaraskan dirinya dengan lingkungan agar tidak
dianggap aneh, walau itu mematikan pikirannya.
5. 5. Tidak memiliki semangat juang
Hal ini masih mengekor pada asumsi
yang sudah mengakar dalam pikiran santri putri “Mereka tidak akan mampu sejajar
atau mengungguli santri putra dalam ranah ilmu pesantren”.
6. 6. Tidak memiliki kesempatan menunjukkan kemampuannya di hadapan orang
banyak
Hal ini bisa jadi karena kebanyakan orang lebih mengedepankan laki-laki atau karena perempuan yang
memiliki kapasitas kecerdasan tinggi tidak memiliki kepercayaan diri pada
kemampuannya.
Demikianlah beberapa faktor yang menyebabkan kemampuan perempuan dalam ilmu pesantren (kitab kuning) tidak begitu menonjol layaknya laki-laki.
Hal yang perlu
disadari dan dilanjutkan adalah dengan memanifestasikan adanya
perempuan-perempuan cerdas dalam ilmu pesantren karena ada beberapa ilmu agama
yang lebih berhak dan lebih aman dari fitnah jika dijelaskan dan disampaikan
oleh seorang perempuan.
Baca Juga: Tips & Trik Mengatasi Rasa Bosan, Mengusir Rasa Kantuk dan Malas
Referensi:
- Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah, Faqihuddin Abdul Kadir.
- Jangan Mau Jadi Orang Rata-Rata, Ahmad Rifai Rif’an.
1 Komentar
Pro & Kontra isu kesetaraan gender 🙃
BalasHapus