Idul Fitri mengandung pesan agar yang merayakannya mewujudkan kedekatan kepada Allah SWT. dan sesama manusia.
Oleh: M. Ryan Romadhon
Hari raya Idul Fitri -seperti yang telah kita ketahui
bersama- merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah puasa Romadhon.
Pada malam hari raya Idul Fitri biasanya dilakukan takbir keliling yang sudah menjadi budaya.
Hal ini sesungguhnya merupakan manifestasi kebahagiaan setelah berhasil
memenangi ibadah puasa, atau sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah
Swt atas kemenangan besar yang telah diperoleh setelah menjalankan ibadah puasa
Romadhon selama satu bulan penuh.
Sebagaimana
Firman Allah SWT. dalam Surat al-Baqoroh: 185,
...وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ
عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ {١٨٥}
"...Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur". (al-Baqoroh: 185)
Menurut Syekh Mutawalli asy-Sya'rowiy -mufassir
kontemporer- dalam kitab tafsirnya, yang dimaksud dari lafadz وَلِتُكَبِّرُوا۟
ٱللَّهَ adalah agar kita bertakbir kepada-Nya,
yakni dengan berkata اللّه أكبر.
Kemudian setelah itu -masih menurut beliau- agar kita bersyukur
kepada-Nya atas nikmat berupa diperintahkannya kita untuk beribadah puasa dan
diberikan taufik untuk menjalankannya.
Memaknai Kembali Makna Idul Fitri
Kata 'Id sendiri terambil dari akar kata yang berarti ‘kembali’, yakni kembali ke tempat atau ke keadaan semula.
Ini berarti bahwa sesuatu yang 'kembali' pada mulanya berada pada suatu keadaan atau tempat, kemudian meninggalkan tempat atau keadaan itu, lalu kembali dalam arti ke tempat dan keadaan semula.
Nah, apakah
keadaan atau tempat semula itu? Prof. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya yang
berjudul "Wawasan al-Qur'an" memaparkan bahwasanya hal tersebut
dijelaskan oleh kata ‘fithr’ yang antara lain berarti asal kejadian, agama yang benar, atau
kesucian.
Dalam pandangan
al-Qur’an, asal kejadian manusia adalah bebas dari dosa dan suci, sehingga
'Idul Fitri -antara lain- berarti kembalinya manusia kepada keadaan sucinya,
atau keterbebasannya dari segala dosa dan noda, sehingga dengan demikian ia
berada dalam kesucian.
Dosa memang mengakibatkan manusia menjauh dari posisinya semula. Baik kedekatan posisinya terhadap Allah Swt maupun sesama manusia.
Demikianlah salah satu kesan yang
diperoleh dari sekian banyak ayat al-Qur'an.
Memaknai Kembali Makna Ucapan Minal 'Aidin wal Faizin
Lebih dalam
dari itu, Prof. Dr.
Quraish Shihab dalam bukunya yang lain,
"Lentera Hati" memaparkan bahwasanya ucapan "minal 'aidin wal
faizin", dari segi bahasa berarti
"semoga kita termasuk orang-orang yang kembali".
‘Kembali’ di sini adalah
kembali kepada fitrah, yakni 'asal kejadian', atau 'kesucian', atau 'agama yang
benar'.
Setelah
mengasah dan mengasuh jiwa -yakni berpuasa- selama satu bulan, diharapkan
setiap Muslim dapat kembali ke asal kejadiannya dan menemukan "jati
dirinya", yaitu kembali suci sebagaimana ketika ia baru dilahirkan serta
kembali mengamalkan ajaran agama yang benar.
Hal tersebut semua menuntut
keserasian hubungan, karena menurut Rosululloh, al-din al-mu'amalah, yakni
keserasian dengan sesama manusia, lingkungan, dan alam.
Meminta Maaf karena Kebenaran Kita Berkemungkinan Salah
Manusia adalah makhluk yang tidak pernah luput dari salah dan dosa.
Bahkan dapat dikatakan tidak ada satu orang pun di dunia ini -selain Nabi- yang tidak pernah melakukan kesalahan, sekecil apapun kesalahan itu.
Menurut Syekh Ibnu Atho’illah as-Sakandariy, manusia itu adalah makhluk yang perbuatan baiknya saja (berkemungkinan) buruk, apalagi saat ia berbuat buruk. Hal inilah kiranya yang menjadikan kita tetap meminta maaf, khususnya di Hari Raya Idul Fitri.
Ini bait menggentarkan dari
munajatnya di kitab al-Hikam:
إلهي، من كانت محاسنه مساوي، فكيف لا تكون مساويه
مساوي؟
“Tuhanku,
manusia itu perbuatan baiknya saja buruk, lantas bagaimana perbuatan buruknya
tidak menjadi sebuah keburukan?”
Misalnya rumah sakit yang ramai itu bagus untuk pemilik dan dokternya, tapi di satu sisi pertanda buruk, yakni banyaknya orang yang sakit.
Lalu ketika ada orang
yang bercita-cita mengasuh banyak anak yatim. Itu artinya akan ada banyak anak
yang kehilangan orang tuanya.
Pentingnya meminta maaf pada momen Idul Fitri adalah karena kadang,
apa yang kita kira baik, di satu sisi pasti ada buruknya.
Kesimpulan
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa Idul Fitri mengandung pesan agar yang merayakannya mewujudkan kedekatan
kepada Allah SWT. dan sesama manusia.
Kedekatan tersebut diperoleh -antara lain- dengan kesadaran terhadap kesalahan yang telah diperbuat.
Selain itu, hendaknya ia juga melanjutkan bahkan lebih meningkatkan
kualitas ibadah, amaliah, di bulan-bulan setelah Romadhon.
Demikianlah beberapa makna dari Idul Fitri yang dapat kami hidangkan.
Tentunya masih banyak makna yang tidak dapat dihidangkan pada kesempatan kali ini.
Wallahu a'lamu bishshowab
Selamat Hari Raya Idul Fitri
1 Syawal 1444 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin.
تَقَبَّلَ
اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تَقَبَّلْ ياَ كَرِيْمُ وَجَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ
مِنَ الْعَاءِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ كُلّ عاَمٍ وَأَنْتُمْ
بِخَيْرٍ
Baca Juga: Puisi: Di Hari Raya, Maafkan Aku?
Referensi:
- Khowathiri Hauwla al-Qur'an, Syekh Mutawalli asy-Sya'rowiy, juz. 2, hal. 779.
- Wawasan al-Qur'an, Prof. Dr. Quraish Shihab, hal. 227.
- Lentera Hati, Prof. Dr. Quraish Shihab, hal. 233.
0 Komentar