Like Us Facebook

Sejarah dan Perkembangan Haul Masyayikh Ponpes Al-Iman serta Tujuan dan Hikmahnya

 

Tak ada satupun di dunia ini yang kekal abadi. Maka, ukirlah cerita indah sebagai kenangan, karena dunia memang sebuah cerita.



Oleh: Ubaidillah Khobir

Memperingati hari wafat (haul) para wali dan ulama’ bukanlah sesuatu yang dilarang agama. Terlebih mengenang dan memperingati wafatnya para leluhur dan ulama’ yang sudah mendedikasikan hidupnya untuk agama dan menyebarkan ilmu agama.


* * *


Peringatan semacam ini tentunya bukan untuk mendewakan para leluhur, namun justru mengenang jasa-jasanya agar senantiasa kita bisa meneruskan perjuangan yang telah mereka mulai. Karena, melanjutkan dan mempertahankan itu jauh lebih sulit dibandingkan dengan memulainya.

Tak ada penjelasan pasti kapan tradisi haul pertama kali dilaksanakan, namun haul diyakini pertama kali berkembang di kalangan masyarakat muslim di Hadramaut, Yaman. 

Adapun di Indonesia sendiri, tradisi haul pertama kali dipopulerkan oleh al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi di Surabaya pada awal tahun 1900-an, kemudian diikuti oleh para habaib dan kyai-kyai setelanya. Tradisi ini kemudian disyi’arkan dan dipopulerkan di kalangan warga Nahdliyyin.

Kegiatan Haul semacam itu mengandung sedikitnya tiga hal, yakni ziarah kubur, sedekah makanan dan minuman serta acara pembacaan al-Qur’an dan nasehat-nasehat keagamaan. Selain itu, kadang juga dituturkan manaqib (biografi) dari wali atau ulama’ yang telah wafat tersebut.

Cara yang terakhir ini adalah sesuatu yang baik untuk mendorong oranglain agar mengikuti jalan terpuji yang telah dilakukan para wali dan ulama’ yang telah wafat.

Hal tersebut sesuai dengan yang tertera pada kitab al-Fatawa al-Kubra, Juz 2:18 dan Ahkam al-Fuqoha’, Juz 3: 41-42,

 

ذِكْرَ يَوْمِ اْلوَفَاةِ لِبَعْضِ اْلاَوْلِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ مِمَّا لَا يَنْهَاهُ الشَّرِيْعَةُ الْغُرَّاءُ، حَيْثُ اَنَّهَا تَشْتَمِ غَالِبًا عَلَى ثَلَاثَةِ أُمُوْرٍ مِنْهَا زِيَارَةُ اْلقُبُوْرِ، وَتَصَدُّقُ بِاْلمَأْكُوْلِ وَاْلمَشَارِبِ وَكِلَاهُمَا غَيْرُ مَنْهِيٍّ عَنْهُ، وَمِنْهَا قِرَاَةُ اْلقُرْآنِ وَاْلوَعْدِ الدِّيْنِي وَقَدْ يُذْكَرُ فِيْهِ مَنَاقِبُ اْلمُتَوَفَّى وَذَالِكَ مَسْتَحْسَنٌ لِلْحَثِّ غَلَى سُلُوْكِ الطَّرِيْقَتِهِ اْلمَحْمُوْدَةِ

 

Sebagaimana yang lazim diadakan di berbagai pesantren Nusantara, haul untuk para pendiri dan tokoh-tokoh yang berjasa terhadap perkembangan pesantren diadakan bersamaan dengan acara tahunan pesantren, semisal khataman kitab akhir tahun, pertemuan wali santri, atau dzikir akbar tahunan.

Ponpes Al-Iman Bulus sendiri juga mengadakannya bersamaan dengan acara tahunan pesantren, seperti haflah akhirussannah, tasyakuran khataman al-Qur’an serta kitab Tafsir Jalalain.

 

Sejarah dan Perkembangan Haul serta Khataman Tafsir Jalalain dan Al-Qur’an Ponpes Al-Iman dari Masa ke Masa

1. Sejarah haul Ponpes Al-Iman dan perkembangannya

Acara haul mulai diadakan di Ponpes Al-Iman sekitar era tahun enam puluhan, pada masa kepemimpinan Al-Ustadz Agil. Namun, terdapat pendapat yang menyatakan bahwa Haul di Bulus sudah ada sejak awal 1900-an.

Haul yang diselenggarakan pada masa Al-Ustadz Agil dalam rangka memperingati haulnya Mbah Ahmad Ngalim dan Mbah Jayeng Kewuh, yang diikuti oleh jamaah thoriqoh dan beberapa santri. Oleh karena jama’ah thoriqoh dan santrinya masih sedikit, rangkaian acaranya juga tidak begitu padat seperti pada era sekarang ini.

Pada waktu itu, acara dilaksanakan dalam jangka waktu satu hari. Dimulai dengan ziarah ke makam Cokronegoro I (Bupati pertama Purworejo) kemudian dilanjutkan ziarah ke maqbaroh yang berada di sebelah barat masjid Jami’ Al-Iman, yakni makam Mbah Ngalim, Sayyid Ali, Sayyid Muhammad dan lain sebagainya.

Setelah rangkaian ziarah selesai, acara dilanjutkan dengan pembacaan sholawat Burdah di masjid Jami’ Al-Iman, kemudian ditutup dengan pengajian haul.

Masih pada era kepemimpinan Sayyid Agil, acara haul berkembang dan kemudian dipisah menjadi beberapa acara dalam satu tahun. Acara haul Mbah Ngalim diadakan setiap tanggal 1 Jumadil Akhir.

Adapun haul Sayyid Muhammad (abahnya Sayyid Agil) selalu diadakan pada bulan Sya’ban, tepatnya pada tanggal 22 Sya’ban. Sedangkan untuk acara selain haul, terdapat acara haflah tasyakur khataman Tafsir Jalalain.

Acara tersebut diadakan secara terpisah dengan haul yang diadakan setiap tanggal 8 Maulid, sekaligus digabungkan dengan acara muludan. Sehingga pada era Sayyid Agil, pernah dalam kurun waktu satu tahun mengadakan tiga kali acara sekaligus.

Acara haul yang diadakan pada era Sayyid Agil tersebut sangatlah sederhana. Diawali dengan ziarah sekitar pukul 08.00 WIB, bersama para jama’ah thoriqoh dan masyarakat sekitar desa Bulus yang dipimpin langsung oleh Sayyid Agil.

Kemudian acara selanjutnya adalah kepungan (makan bersama) antara keluarga ndalem dan masyarakat sekitar desa Bulus di serambi masjid Jami’ Al-Iman. Acara kepungan tersebut termasuk sederhana, hanya memakai ancak dan daun pisang, dengan lauk seadanya.

Adapun bagi tamu dari jama’ah thoriqoh yang kediamannya jauh, mereka biasanya diminta datang lebih awal serta menginap di ndalem, dan biasanya Sayyid Agil memberikan semacam mau’idzoh hasanah yang hanya diperuntukkan khusus bagi para jama’ah thoriqoh yang menginap di ndalem beliau tersebut.

Setelah berjalannya waktu serta meningkatnya jumlah jama’ah thoriqoh yang hadir, maka pada era al-Ustadz Hasan acara haul dan khataman tersebut digabung serta dipermanenkan sekitar tanggal 20-23 Sya’ban, agar lebih efektif dan tidak menganggu kegiatan belajar-mengajar (KBM).

Sedikit tambahan, munculnya istilah seperti “Haul Ke-37” mulai muncul pada era kepemimpinan al-Ustadz Hasan. Sedangkan pada era Sayyid Agil dulu, istilahnya hanya memakai istilah “Ruwahan”. Selain itu, dulu pemberitahuan acaranya pun sangatlah sederhana, tidak pakai uleman, dan yang diundang hanya kyai-kyai sekitar saja, tanpa mengundang pejabat pemerintahan.

 

2. Sejarah khataman Tafsir Jalalain Ponpes Al-Iman dan perkembangannya

Acara khataman Tafsir Jalalain sudah ada sejak era kepemimpinan Sayyid Agil. Di era tersebut, seperti yang telah diuraikan di atas, acara khataman tafsir masih dipisah dengan acara haul. Acara khataman tafsir diadakan setiap tanggal 8 Maulud, sekaligus dibarengkan dengan acara mauludan.

Adapun mengenai alasan mengapa kitab yang dijadikan khataman adalah kitab Tafsir Jalalain adalah karena Sayyid Agil bertafa’ullan dengan salah satu guru beliau, yakni Sayyid Saggaf.

Mengenai model acaranya pun sedikit berbeda dengan acara khataman Tafsir pada era al-Ustadz Hasan sekarang. Di era Sayyid Agil dulu, khotimin-khotimat Tafsir Jalalain maju satu persatu dan setiap anak membaca teks Arab dari Tafsir Jalalain untuk kemudian ditarkib menggunakan tarkib Jawa pegon (utawi iku). Dan membacanya pun hanya di atas mimbar.

Setelah berjalannya waktu dan jumlah santri yang semakin banyak, maka pada awal-awal era kepemimpinan al-Ustadz Hasan, khotimin-khotimat Tafsir Jalalain yang maju langsung tiga anak, khotimin yang pertama membaca teks Arab Tafsir Jalalain, yang kedua membaca tarkib Jawa pegon, lalu yang terakhir membaca kesimpulan dari teks yang telah dibaca dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Kemudian setelah beberapa dekade lamanya menggunakan model demonstrasi pembacaan kitab tafsir Jalalain tersebut, akhirnya, melihat jumlah santri yang semakin membludak, yang menjadikan model demonstrasi tersebut tidak lagi efektif, mulai tahun 2021 lalu tidak lagi menggunakan model demonstrasi pembacaan Tafsir Jalalain lagi, akan tetapi diganti dengan acara wisuda.

Mengenai busana yang dipakai oleh khotimin-khotimat Tafsir juga sudah berkali-kali berubah. Awalnya, busana yang dipakai adalah jas dan celana panjang. Lalu, pada era sekitar tahun 1976-1977-an mulai mengenakan jubah. Kemudian mulai tahun 2014 lalu, busana yang dipakai kembali lagi mengenakan jas dan celana panjang. Berselang dua tahun kemudian, yakni tahun 2016, busana yang dipakai menggunakan jas dan sarung hingga berlanjut sampai sekarang.

Adapun yang mengisi pengajian umum pada acara khataman tafsir era Sayyid Agil hanya Sayyid Saggaf al-Jufry (salah satu guru Sayyid Agil). Baru setelah Sayyid Saggaf wafat, mulai mengundangmuballigh-muballigh lain seperti Kyai Imron dari Sidoarjo pada tahun 1981, Kyai Zainul Arifin dari Tegal pada tahun 1982 dan Kyai Mukhlisin dari Semarang pada tahun 1983.

 

3. Sejarah khataman al-Qur’an Ponpes Al-Iman dan perkembangannya

Acara khotmil Qur’an mulai ada pada era kepemimpinan al-Ustadz Hasan. Artinya, pada era kepemimpinan Sayyid Agil acara tersebut belumlah ada.

Pada era kepemimpinan Sayyid Agil memang sudah ada kegiatan ngaji al-Qur’an biasa di pondok, akan tetapi tidak diadakan acara khotmil Qur’an-nya.

Adapun maqro’ yang dibaca pada acara khataman al-Qur’an era al-Ustadz Hasan tersebut awalnya hanyalah surat-surat pendek dari surat adh-Dhuha sampai an-Nas saja. Baru pada akhir-akhir ini, maqro’ tersebut berubah menjadi kompilasi dari berbagai macam surat yang ada dalam al-Qur’an.

Walhasil, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa kepemimpinan Sayyid Agil dulu, acara haul dan khataman Tafsir Jalalain dipisah. Acara haul dari Mbah Ngalim diadakan setiap tanggal 1 Jumadil Akhir, lalu haul Sayyid Muhammad pada 22 Sya’ban, sedangkan khataman Tafsir Jalalain pada setiap tanggal 8 Maulud sekaligus dibarengkan dengan acara mauludan.

Pada era itu belum ada acara khataman al-Qur’an. Acara khotmil Qur’an mulai ada pada era kepemimpinan al-Ustadz Hasan.

Setelah berjalannya waktu dan keluarga serta jama’ah thoriqoh semakin banyak, maka pada era al-Ustadz Hasan acara haul dan khataman tersebut digabung serta dipermanenkan sekitar tanggal 20-23 Sya’ban, agar lebih efektif dan tidak menganggu kegiatan belajar-mengajar (KBM).

 

Tujuan dan Hikmah Haul

1. Tujuan

Acara haul yang diselenggarakan tersebut bertujuan untuk mendo’akan para masyayikh dan mengingat kebaikan-kebaikan mereka dengan meneruskan perjuangannya.

 

2. Hikmah

Tentunya banyak hikmah yang dapat kita ambil pada acara haul tersebut. Berikut adalah beberapa diantaranya:

a. Upaya kita, sebagai santri beliau-beliau, untuk terus mengenang jasa-jasa para masyayikh dengan cara meneladani metode-metode keilmuan, baik sistem belajar ataupun mengajar yang telah mereka contohkan.

Acara haul tersebut dapat menjadi sebuah pelajaran agar setiap orang berusaha menjadi figur yang memberikan kesan baik supaya jadi perbincangan yang baik pula bagi orang-orang yang ditinggalkan, seperti sebuah maqolah yang berbunyi:


وَلا شَيْءَ يدَوْمُ، فَكَنْ حَدِيثْاً جَمِيْلَ الذِّكْرِ فاَلدُّنيْاَ حَدِيثٌ

 

Artinya: “Tak ada satupun di dunia ini yang kekal abadi. Maka, ukirlah cerita indah sebagai kenangan, karena dunia memang sebuah cerita.” (al-Hithoh fi Dzikr ash-Shihah: 257)

 

b. Momentum bertemu dan berkumpulnya kyai bertemu santri (khususnya santri mutakhorijin) untuk memperkuat silaturrohim dan silaturruh. Tentunya masih banyak lagi hikmah yang ada di balik perayaan haul masyayikh.

 

Relevansi Haul di Zaman Modern

Acara haul akan selalu relevan kapan saja, meski di zaman modern sekalipun. Hal tersebut karena jikalau acara haul ditiadakan, kita akan lupa terhadap jasa-jasa para masyayikh.

Mengingat jasa para pendahulu kita, terutama guru sangatlah penting. Bahkan sampai dalam banyak surat al-Qur’an dikisahkan kisah-kisah nabi terdahulu agar kita meniru mereka.


* * *

 

Demikianlah hasil wawancara eksklusif tim Bilqolam dengan Habib Faqih Muqoddam Ba'abud dengan tema sejarah, perkembangan, tujuan serta hikmah perayaan haul masyayikh. 

    Semoga uraian hasil wawancara eksklusif bersama Habib Faqih Muqoddam Ba’abud tersebut bermanfaat dan sedikit mengubah perspektif pembaca mengenai perayaan haul masyayikh yang sudah berlangsung beberapa dekade. Selamat membaca.


Posting Komentar

0 Komentar