Like Us Facebook

Kisah Perdebatan Murid dengan Sang Guru Mengenai Isim yang Paling Ma'rifat

 



Mendengar pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan dari muridnya itu, Imam Kholil diam membisu dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Beliau telah dikalahkan oleh muridnya sendiri, yaitu Imam Syibawaih. 




Oleh: M. Ryan Romadhon

Suatu ketika, Imam Kholil berdebat dengan salah satu muridnya, yakni Imam Sibawaih mengenai a’roful ma’arif (isim yang paling ma'rifat).

    Beliau berdua berdebat mengenai diantara isim ma’rifat yang berjumlah enam tersebut, manakah yang dianggap paling ma’rifat? Cerita selengkapnya seperti di bawah ini.


* * *


Kisah Perdebatan Murid dengan Sang Guru Mengenai Isim yang Paling Ma'rifat

Sebagaimana biasanya, pada tiap hari Imam Sibawaih selalu belajar dengan gurunya, yakni Imam Kholil bin Ahmad al-Farohidi. Kebetulan pada waktu itu objek kajian beliau berdua berkenaan dengan isim-isim ma’rifat.

    Setelah mendengar keterangan dari gurunya yang menjelaskan bahwa isim yang paling ma’rifat dari keseluruhan isim ma’rifat yang berjumlah enam adalah isim dhomir, muncullah suatu keraguan dalam hati Imam Sibawaih. 

    Beliau bertanya-tanya dalam hati sembari merenungkan kalimat demi kalimat yang disampaikan oleh gurunya itu.

    Ketika gurunya tersebut diam, Imam Sibawaih pun angkat bicara seraya berkata, “Setelah mendengarkan keterangan anda, saya agak ragu apakah benar isim yang paling ma’rifat itu adalah isim dhomir?”

    Mendengar pertanyaan skeptis dari muridnya itu, Imam Kholil (sang guru) mengeluarkan seluruh dalil-dalil dan keterangan-keteranagn untuk menjelaskan dan menguatkan pendapatnya.

    Namun, setelah dijelaskan beberapa kali, tetap saja Imam Sibawaih meragukannya dan malahan menyanggah apa yang disampaikan oleh gurunya itu.

    Dengan tanpa mengurangi rasa hormatnya terhadap sang guru, Imam Sibawaih mencoba menyampaikan pendapatnya dengan tenang dan argumentatif. Imam Sibawaih lebih setuju kalau isim yang paling ma’rifat diantara isim ma’rifat yang berjumlah enam itu adalah isim ‘alam.

    Imam Kholil tidak terima dengan pendapat yang diutarakan oleh Imam Sibawaih tersebut, dan tetap bersikukuh dengan pendapatnya.


Baca Juga: Biografi Imam Sibawaih, Sang Ahli Nuhat Termasyhur

 

* * *

 

Imam Sibawaih adalah seorang yang jenius. Beliau membuktikan sendiri kebenaran pendapatnya itu dengan pendekatan empiris.

    Suatu malam, beliau berkunjung ke rumah sang gurunya (Imam Kholil) tersebut. Setelah berada di depan pintu rumah sang guru, Imam Sibawaih tidak langsung masuk dan menemui Imam Kholil sebagaimana biasanya.

    Beliau mengetuk-ngetuk pintu rumah gurunya tersebut beberapa kali dengan harapan sang guru akan bertanya siapakah sebenarnya yang datang. Setelah beberapa kali diketuk, ternyata sang guru belum juga muncul dan bertanya.

    Kemudian untuk kesekian kalinya kembali beliau mengetuk pintu sampai terdengar dari dalam rumah suara Imam Kholil yang bertanya, “Siapa?”

    Mendengar suara tersebut, bukan main hati Imam Sibawaih, karena memang pertanyaan itulah yang beliau harapkan terlontar dari mulut Imam Kholil.

Dengan sesegera mungkin beliau menjawab, “Ana” (Saya).

Karena merasa belum jelas, Imam Kholil kembali bertanya, “Ana siapa”

Kemudian dijawab lagi oleh Imam Sibawaih, “Ana”

    Mendengar jawaban tersebut, Imam Kholil merasa penasaran, siapakah sebenarnya orang yang menjawab “Ana” tersebut. Saking penasarannya, Imam Kholil langsung berjalan ke depan pintu dan langsung membukanya.

    Pada saat pintu terbuka, ternyata orang yang menjawab “Ana” itu tak lain tak bukan adalah Imam Sibawaih, murid kesayangan beliau sendiri.

    Pada saat yang bersamaan, Imam Sibawaih pun tersenyum melihat gurunya yang tengah berdiri di depan pintu, sembari berkata, “Bagaimana guru, apakah engkau hingga saat ini masih bersikukuh mengatakan bahwa isim dhomir adalah isim yang paling ma’rifat? 

Bukankah ketika Saya datang kemudian Anda bertanya, “Siapa” kepada Saya, lalu Saya jawab, “Ana” (isim dhomir), belum memberikan pengetahuan yang jelas (isim ma’rifat) terhadap Anda? Belum cukupkah bukti itu menunjukkan bahwa isim ‘alam lebih ma’rifat daripada isim dhomir?”

    Mendengar pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan dari muridnya itu, Imam Kholil diam membisu dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Beliau telah dikalahkan oleh muridnya sendiri, yaitu Imam Sibawaih. 


Referensi: 

  • Buku Imam Syibawaih: Sang Pakar Ilmu Nahwu karya Abu An’im, hal. 48-51.


Posting Komentar

0 Komentar