Like Us Facebook

Kajian Fiqh Sholat: Beberapa Problematika dalam Sholat Witir

 


Menurut jumhur ulama, ketika sebelum tidur seseorang sudah sholat witir, lalu terbangun untuk melaksanakan sholat tahajud, maka sholat witir yang telah dilakukan tidak rusak. 



Oleh: Faizatul Maghfuroh

Bulan suci Romadhon merupakan bulan yang menjadi ladangnya mencari bekal amal dan ampunan sebanyak-banyaknya. Bulan yang penuh dengan fadhilah.


* * *


Oleh karena itu, umat Islam pun berbondong-bondong mendatangi kebaikan demi meraup kemuliaan-kemuliaan yang ada di dalamnya dengan mengoptimalkan amal-amal keseharian, baik amalan-amalan yang wajib ataupun yang sunnah.

 

Sholat Tarowih, Ikon Ibadah Sunah pada Bulan Romadhon

Selain berpuasa yang menjadi ikon resmi bulan Romadhon, ada juga ibadah sunah yang juga menjadi ikon dari bulan suci ini. 

    Adalah sholat Tarowih, yakni sholat sunah yang disunahkan khusus untuk dikerjakan pada malam bulan Romadhon.

Sholat ini disunahkan untuk dilaksanakan sebanyak 20 rokaat ditambah 3 rokaat sholat witir.

Hal tersebut sebagaimana tertera dalam hadits dalam kitab al-Qoul al-Malih fi Sholat at-Tarowih, dari Abdul Aziz bin Rofi', beliau berkata,

 

كان ابي بن كعب يصلي بالناس في رمضان بالمدينة عشرين ركعة و يوتر بثلاث

 

Senada dengan keterangan di atas, rangkuman dari Imam Baihaqi terhadap tindakan Sayyidina Umar ra. dan para sahabat yang mendirikan sholat tarowih 20 roka’at dan pendapat Imam Malik dalam kitab Muwatho'-nya yang mengatakan 23 roka’at.

Kemudian Imam Baihaqi merangkum keduanya dengan mengatakan bahwa yang 3 roka’at (dalam pendapat Imam Malik) ialah sholat witir. (Nihayah al-Muhtaj ila Syarhi al-Minhaj, hal 126).


Baca Juga:  Kajian Fiqh Sholat: Bagaimanakah Niat Sholat Witir yang Tepat?


Sholat Witir

Selain sholat Tarowih, ibadah sunah yang biasanya dilakukan pada malam bulan Romadhon adalah sholat witir.

Sholat witir sendiri pada dasarnya sunnah bukan wajib. Mengenai jumlah roka’atnya, sesuai dengan nama sholat itu sendiri yaitu ganjil (witir).

Dalam sebuah hadits nukilan dari kitab al-Muhadzdzab, dikatakan bahwa witir merupakan hak dari seseorang, jadi apabila yang dikehendaki 5 roka’at maka kerjakanlah 5 roka’at, apabila menghendaki 3 maka kerjakan 3 roka’at, apabila menghendaki 1 maka kerjakanlah satu.

Dengan catatan, bilangan roka’atnya harus ganjil. Adapun maksimal roka’at sholat witir ialah 11 roka’at, dan minimalnya ialah 1 roka’at. Sedangkan 3 roka’at merupakan tingkat kesempurnaan yang paling minimal. (al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafi'i, Imam asy-Syairoziy, juz. 1, hal 158)


Baca Juga: Kajian Fiqh Puasa: Bagaimanakah Status Niat Puasa yang Dilakukan ketika Fajar Telah Terbit?

 

Problematika Sholat Witir: Memahami Kembali Makna “Sholat Witir Adalah Penutup Qiyamul Lail”

Waktu sholat witir adalah dari sholat ‘Isya sampai munculnya fajar yang ke dua (fajar shodiq). Selain itu, sholat witir juga merupakan penutup dari ibadah qiyamul lail, seperti sholat tahajud, sholat hajat, ataupun sholat tarowih.


Lalu, bagaimanakah status sholat witir yang sudah dilaksanakan mengiringi sholat tarowih, sedangkan ia juga ingin melaksanakan sholat tahajud di akhir malam?

Dalam kitab al-Muhadzdzab, dipaparkan bahwasannya untuk orang yang ingin melaksanakan sholat tahajud sekaligus sholat witir, maka utamanya sholat witir tersebut diakhirkan dari sholat tahajud.

Sedangkan ketika ia tidak ingin melaksanakan sholat tahajud, maka utamanya sholat witir tersebut dilaksanakan setelah sholat sunah ba'diyyah ‘Isya'.

Adapun jika musholi khawatir tidak bisa bangun malam, hendaknya sholat witir tersebut dilaksanakan di awal waktu malam saja, berbeda jika ia yakin bisa bangun, maka lebih baiknya diakhirkan.

Lebih jauh, Imam Nawawi dalam kitabnya, al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, berkata bahwa menurut jumhur ulama, ketika sebelum tidur seseorang sudah sholat witir, lalu terbangun untuk melaksanakan sholat tahajud, maka sholat witir yang telah dilakukan tidak rusak. Dan ini adalah pendapat yang shohih.

Berbeda dengan Imam Haromain yang berpendapat bahwa solusi bagi seorang tersebut adalah melakukan sholat witir dengan roka’at yang mudah baginya, yakni dengan bilangan roka’at yang genap, kemudian sholat tahajud, lalu sholat witir yang kedua (dengan bilangan ganjil).

 

Lalu, bagaimanakah solusi bagi seseorang yang ingin melaksanakan sholat tahajud, sedang ia sudah melaksanakan sholat witir secara berjama’ah?

Apakah tidak ada jalan yang lain untuk bisa mendapatkan keutamaan witir yang diakhirkan (sebab akan melaksanakan tahajud)?

    Masih dari keterangan dalam kitab al-Majmu', dikatakan bahwa kesunahan berjama’ah pada sholat tarowih juga berdampak pada sholat witirnya juga (bittifaq).

Namun, ketika ia menghendaki untuk melaksanakan tahajud di malamnya, maka ia tidak usah ikut berjamaah sholat witir, melainkan sholat witirnya diakhirkan saja seperti keterangan yang sudah di sebutkan di atas.

Namun, jika menghendaki untuk ikut sholat bersama, maka sholat witirnya dijadikan sholat sunah muthlaq dan kemudian sholat witir di akhir malam (setelah sholat tahajud). Sehingga ia bisa tetap ikut berjama’ah sampai akhir dan juga mendapatkan keutamaan sholat witir.

 

Wallahu a’lamu bishshowab

 

Referensi:

  • Al-Muhadzdzab, Imam asy-Syairoziy, juz. 1, hal. 158.
  • Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Imam an-Nawawi, hal 24.
  • Nihayah al-Muhtaj ila Syarhi al-Minhaj, hal 126.


Posting Komentar

0 Komentar