Like Us Facebook

Artikel Pesantren: Ustadzi


Adakah kecemburuan yang melebihi kecemburuan anak dari seorang guru karena orang tuanya lebih perhatian kepada anak orang lain?




Oleh: Faizatul Maghfuroh

Tulisan ini, penulis awali dengan menukil dawuh Sayyidil Habib Umar bin Hafidz,


قال سيدي : لايوجد إرتباط بنور الرسول إلا بحبل الشيخ


Artinya: "Tidak ada yg bisa menghubungkan antara kita dengan cahaya Nabi Muhammad saw. kecuali dengan kabel seorang guru."


* * *


Tentu, tidak asing, jika kita mendengar atau membaca suatu maqolah ulama' atau yang tertera di kitab-kitab, bahwa orang tua adalah pendidik jasad kita, sedangkan guru adalah pendidik ruhani kita

    Orang tua adalah yang menurunkan (melahirkan) kita ke bumi, sedangkan guru adalah yang menaikkan kita ke langit (mengangkat derajat), atau dengan kata-kata senanda yang lainnya.

    Bagaimana kita bisa sampai pada maqom mengenal Allah dan Rosul-Nya tanpa guru kita?

    Bagaimana kita bisa melihat jalan yang diridhoi-Nya tanpa ada pentunjuk dari beliau?

    Hingga sangatlah pantas kebanyakan para ulama' menyanjung para guru dengan sanjungan yg luhur,


محبة الشيخ مقدمة لمحبة رسول الله صل الله عليه وسلم ومحبة رسول الله مقدمة لمحبة الله سبحانه وتعالي

Artinya: Cinta kepada guru merupakan pembuka untuk cinta pada Rosululloh Saw. Sedangkan cinta pada Rosululloh Saw. merupakan pembuka cinta pada Allah Swt.

 

Akan sangat banyak kita temukan bagaimana para ulama' menyampaikan ungkapan tentang sosok mulia yang disebut dengan guru dengan ungkapan yang luar biasa, bukan melebihkan, tapi memang itulah yang pantas dan sesuai untuk dicurahkan kepada guru-guru kita.

    Berikut akan kami coba tampilkan beberapa ungkapan ulama’ mengenai sesosok guru:




Ungkapan Syekh Ibnu 'Athoillah as-Sakandariy ra. mengenai hakikat guru

ليس شيخك من سمعت منه

Guru sejati bukanlah orang yang engkau dengar (ceramah-ceramah) sebatas dari lisannya saja.

وإنما شيخك من أخذت عنه

Tapi, dia adalah seorang yang menjadi tempatmu dalam mengambil hikmah dan akhlaq

و ليس شيخك من واجهتك عبارته

Bukanlah guru sejati,  seseorang yang hanya membimbingmu sekedar makna dari kata-kata

وإنما شيخك الذى سرت فيك إشارته

Tapi, orang yang disebut guru sejati bagimu adalah orang yang isyarat-isyaratnya mampu menyusup dalam sanubarimu.

وليس شيخك من دعاك الى الباب

Dia bukan hanya seorang yang mengajakmu sampai ke pintu.

وإنما شيخك الذى رفع بينك وبينه الحجاب

Tapi, yang disebut guru bagimu itu adalah orang yang (bisa) menyingkap hijab (penutup) antara dirimu dan dirinya.

وليس شيخك من واجهك مقاله

Bukanlah gurumu, orang yang ucapan-ucapannya membimbingmu

وإنما شيخك الذى نهض بك حاله

Tapi, yang disebut guru bagimu adalah orang yang aura kearifannya dapat membuat jiwamu bangkit dan bersemangat.

شيخك هو الذى أخرجك من سجن الهوى و دخل بك على المولى

Gurumu yang sejati adalah yang membebaskanmu dari penjara hawa nafsu, lalu memasukanmu ke ruangan Tuhan-mu

شيخك هو الذى مازال يجلو مرآة قلبك حتى تجلت فيها انوار ربك

Guru sejati bagimu adalah orang yang senantiasa menjernihkan cermin hatimu, sehingga cahaya Tuhanmu dapat bersinar terang di dalam hatimu.

 

* * *


Demikian, ungkapan tentang guru yang kiranya dapat membuka mata kita atas betapa beruntungnya kita yang memiliki sesosok guru, tidaklah bisa terbayang bagaimana linglungnya kita mengarungi kehidupan dunia ini tanpa guru-guru kita, siapalah yang dapat membimbing kita membersihkan diri dari penyakit-penyakit hati?!

Selasa, 14 Maret 2023 lalu, momen dimana Ponpes Al-Iman Bulus dirawuhi (red: didatangi) oleh KH. Miftachul Akhyar, Rois ‘Aam PBNU, tepatnya saat acara peringatan Haul  Masyayikh yang ke-37, adalah momen yang tanpa disadari menggetarkan hati kami para santri beliau.

Sikap beliau, Ustadz Hasan bin Agil Ba'abud, kepada KH. Miftachul Akhyar menjadi frame dalil dan bukti nyata dari ungkapan-ungkapan para ulama’ di atas.

Yang sangat terenyuh lagi, sebagaimana yang disampaikan salah satu putri beliau, Syarifah Robi’ah Adawiyah Ba’abud, dalam story-nya,Saya hampir gak pernah ada kesempatan untuk mengaji langsung dengan Abah, sebab beliau sudah sibuk mendidik anak orang lain yang menjadi tanggung jawabnya dan anaknya dititipkan kepada guru-guru pilihan beliau. 

Tapi beliau tidak pernah gagal untuk selalu mengajari saya adab secara langsung dari sikap yang beliau tunjukkan, bukan hanya teori, tapi bukti nyata.” Begitulah ungkapan dari Pah Yaya, panggilan akrab santri Al-Iman untuk beliau yang merupakan salah satu dari putri Ustadz Hasan.

Adakah kecemburuan yang melebihi kecemburuan anak dari seorang guru karena orang tuanya lebih perhatian kepada anak orang lain? Namun tentulah kecemburuan itu bercampur bangga atas perjuangan orang tuanya dalam membumi-langitkan ilmu-ilmu Allah Swt.


Posting Komentar

1 Komentar