Like Us Facebook

Seminar Pendidikan Kiprah Santri Putri dalam Bahtsul Masa’il Bersama Syarifah Robi’ah Adawiyah Ba’abud

 


Jangan menjadi wanita mudhof ilaih, yakni bersandar pada yang lainnya, pun juga jangan menyandarkan diri pada suami, karena semua itu tidak menjamin kecerdasanmu.



Oleh: Nada Nilna Muna

Jum’at pagi, 24 Februari 2023, bertepatan dengan 04 Sya’ban 1444 H, Tim LBM (Lembaga Bahtsul Masail) Al-Iman Putri menyelenggarakan seminar di gedung “D” MA Al-Iman, sekaligus penutupan Bahtsul Masail bulanan yang telah menjadi rutinitas di Ponpes Al-Iman Bulus.


* * *


Santri putri, mulai dari santri jenjang Aliah, Takhasus, Ma’had Aly maupun pengurus terlihat antusias dan penuh semangat mengikuti rangkaian acara tersebut.

    Acara yang dimulai sekitar pukul 08.00 WIB tersebut dibawakan oleh Mbak Ni’matul Barroh Taqiyya, kemudian pembacaan kalam Illahi oleh Nida Alawiyah. Acara berlanjut pada beberapa sambutan. Mbak Risma Adelia, yang merupakan ketua LBM Ponpes Putri Al-Iman memberikan sambutan perdana. Berlanjut pada sambutan selanjutnya, lurah pondok putri, beliau Mbak Reni  Agustina.

    Setelah beberapa sambutan dan juga istirahat usai, acara dilanjutkan dengan pemaparan materi seminar dari beliau Syarifah Robi’ah Adawiyah  Ba’abud.

   Kehadirannya sangat ditunggu-tunggu oleh para peserta seminar. Dengan kewibawaannya, para hadirin dibuatnya terkagum-kagum. Meskipun kehadirannya membuat para hadirin menunggu,  akan tetapi tidak membuat niat hadirin terbungkam dan memutuskan untuk kembali ke pondok.

    Beliau memulai paparan seminarnya dengan doa yang tentunya dipanjatkan agar memperoleh kemudahan menerima ilmu (futuh).




Beberapa Tokoh Wanita yang Kontribusinya Luar Biasa

Mengawali paparannya, beliau menyebutkan beberapa tokoh wanita yang kiprah dan kontribusinya dapat membangkitkan semangat para santri putri, pun juga bisa untuk membesarkan hati, di antara tokoh- tokohnya yaitu

  1. Fatimah al-Fihri (beliau merupakan pendiri Universitas pertama di Maroko), 
  2. Sayyidah Nafisah (merupakan guru dari Imam  Syafi’i yang sampai sekarang madzhab-nya masih terus eksis), dan 
  3. Sayyidah Aisyah (merupakan salah satu istri dari Rosululloh saw. yang paling cerdas).


Ilmu Fiqh, Ilmu yang Bersifat Statis & Berkembang

Setelah menyebutkan beberapa tokoh wanita tersebut, beliau beranjak masuk pembahasan ke ranah Fiqh. Menurut beliau, ada dua hal yang perlu diperhatikan mengenai sifat ilmu Fiqh, yakni yang pertama statis dan yang kedua adalah berkembang.

    Mengenai sifat yang pertama, yakni ilmu Fiqh bersifat statis atau tetap, beliau mencontohkannya dengan keberadaan imam sholat, yakni apakah wanita bisa menjadi imam sholat atau tidak? 

    Jawabannya tentu saja sampai kapan pun, bahkan sudah di Bahtsul Masa’il-kan di mana-mana pun, jawabannya pasti tidak boleh. Lalu, mengapa jawabannya demikian? Singkat saja, karena hukum Fiqh ini bersifat statis (tetap), atau tidak bisa diubah lagi.

    Sedangkan sifat ilmu Fiqh yang kedua, yakni berkembang, menurut beliau bertujuan agar tidak terjadi jomplang

    Lalu, beliau memberikan sebuah contoh mengenai kemudahan yang diberikan kepada orang dulu ketika para musafir berkendara dengan menaiki unta. Lantas, biasanya pertanyaan yang sering muncul mengenai hal tersebut adalah, “Bagaimana hukum sholat di atas unta tersebut?”

    Pertanyaan tersebut adalah salah satu contoh pertanyaan yang sering muncul di zaman dulu. Oleh karena itu, agar ilmu Fiqh tidak jomplang, akhirnya hukum itu berkembang, sehingga pertanyaannya berubah menjadi, “Apakah boleh sholat di atas kendaraan seperti mobil atau kereta?” Perubahan hukum ini tentunya juga melihat dari segi perkembangan zaman. 

   Dari berkembangnya masalah Fiqh yang ada, maka dalam pengambilan hukumnya melalui Ijma' dan Qiyas. Yang mana metode tersebut dipakai dalam Bahtsul Masa'il.




Beberapa Motivasi

Setelah memaparkan mengenai sifat ilmu Fiqh tersebut, terakhir beliau memberi beberapa motivasi dan support untuk santri-santri putri, khususnya yang ikut Bahtsul Masa’il. Berikut adalah beberapa diantaranya:

  1. Kalau di lapangan, tentunya dalam dunia Bahtsul Masa’il, insecure, sombong, iri hati itu boleh-boleh saja. Yang tidak diperbolehkan itu iri dengan kecantikan. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya semua wanita itu cantik. Justru orang yang menganggap dirinya tidak cantik itu berarti dia bisa disebut sebagai orang yang tidak normal.
  2. Dalam mengikuti Bahtsul Masa’il, kita harus mempunyai niat yang baik, yakni agar kita bisa mengambil ilmu sepulang dari Bahtsul Masa’il. Karena sesungguhnya antara majelis ilmu dengan majelis dzikir itu lebih utama majelis ilmu. Dan yang lebih utama adalah yang lebih baik.
  3. Dengan Bahtsul Masa'il, kita akan berpikiran terbuka. Tidak serta merta memutuskan hukum hanya dari satu sudut pandang saja.
  4. Dengan mengikuti Bahtsul Masa’il, kita bisa ikut berkumpul bersama orang ‘alim, bisa melihat wajah orang ‘alim, bisa berlatih berargumentasi, bisa bertemu dengan dzuriah Rosululloh saw. bisa mengambil ilmu meskipun di situ kita belum bisa apa-apa, hanya bisa mendengarkan atau bahkan hanya ngantuk atau yang terakhir malah ditinggal tidur.
  5. Jangan menjadi wanita yang mudhof ilaih, yakni bersandar pada yang lainnya, tetapi jadilah wanita yang 'alim dengan sendirinya, pun juga jangan menyandar diri pada suami, karena kalau suamimu pintar, kamu  tidak bisa ikut pintar kecuali kalau ikutan mengaji.
  6. Al-Umm madrosatul ula. Seorang ibu bukan sekedar mendidik anak, melainkan mendidik generasi bangsa. Dan kecerdasan anak itu menurun dari kecerdasan ibu.

Posting Komentar

1 Komentar