Rosululloh Saw berkeinginan mencari cara guna mengingatkan kaum muslimin, bahwa telah tiba saatnya waktu sholat, agar mereka tetap dapat melaksanakan sholat secara berjama’ah.
Oleh: M. Wildan Taskuri
Syekh Nawawi al-Bantaniy dalam kitabnya, Tausyeh ‘ala Ibn al-Qosim (hal. 122), mengatakan bahwa adzan secara bahasa adalah pemberitahuan.
Sedangkan
secara istilah, adzan mengacu pada rangkaian dzikir tertentu yang disyariatkan
pada asalnya untuk memberitahukan masuknya waktu sholat lima waktu.
* * *
Adzan dan iqomah disyari'atkan dilakukan
sebelum dilaksanakannya sholat tanpa khilaf ulama. Menurut qoul paling shohih,
hukum keduanya adalah sunnah kifayah seperti hukum memulai ucapan salam, karena
tidak ada dalil shorih yang menyatakan kewajiban keduanya.
Namun, tahukah kalian semua, bahwa sebelum disyariatkannya adzan, ternyata ia mempunyai kisah tersendiri sehingga menjadi sesuatu yang disyariatkan sampai saat ini.
Berikut kami cuplikkan sekilas kisah
tersebut dari kitab Nurul Yaqin karya Syekh Khudhori Beik.
Kisah Asal-Usul Disunahkannya Adzan Sebelum Sholat
Bermula dari semakin banyaknya penganut agama Islam di
kota Madinah, tepatnya pada tahun pertama Hijriyyah. Yang pada akhirnya banyak
dari mereka yang bertempat tinggal jauh dari masjid, ditambah dengan semakin
banyaknya kesibukan yang harus mereka kerjakan.
Hal inilah yang menjadikan Rosululloh Saw
berkeinginan mencari cara guna mengingatkan kaum muslimin, bahwa telah
tiba saatnya waktu sholat, agar mereka tetap dapat melaksanakan sholat secara berjama’ah.
Oleh
karenanya, diadakan perkumpulan yang bersifat umum, yang di dalamnya Rosululloh
Saw dan para sahabat bermusyawarah guna menentukan apa yang kiranya pantas
dijadikan sebagai pengingat telah masuknya waktu sholat.
Dalam perundingan tersebut, ada sekitar lima sahabat yang
menyampaikan aspirasinya. Sahabat pertama mengusulkan, ”Bagaimana jika dalam mengingatkan
telah masuknya waktu sholat dengan menggunakan bendera?”
Dalam menanggapi pendapat pertama ini, para
sahabat kurang setuju. Dengan alasan, mengangkat bendera tidak akan dapat mengingatkan
orang yang sedang tidur dan lalai.
Sahabat kedua mengusulkan untuk membuat api
unggun yang besar di dataran tinggi. Pendapat ini juga ditolak.
Adapun
sahabat yang ketiga berkata, “Bagaimana jika dengan menggunakan terompet?” Pendapat
ini juga ditolak, karena menyerupai dengan apa yang biasa dilakukan oleh orang
Yahudi, sebagai panggilan untuk melakukan misa mereka.
Sedangkan sahabat yang keempat mengusulkan untuk
menggunakan lonceng. Namun pendapat ini juga ditolak lagi, karena lonceng
merupakan alat yang digunakan oleh orang Nasrani ketika mereka akan
melaksanakan ibadah, sedangkan Rosululloh Saw tidak suka meniru perbuatan
mereka, dalam hal apapun.
Sahabat kelima akhirnya mengusulkan, “Bagaimana
jika dengan menggunakan seruan?” Dan pada akhirnya, pendapat ini lah yang disetujui.
Adapun diantara sahabat yang diberi tugas untuk mengumandangkan seruan itu
adalah Abdullah bin Zaid al-Anshori
Namun, pada saat itu, kondisi umat Islam
masih ‘buntu’, karena kalimat-kalimat yang akan digunakan sebagai seruan
tersebut belum bisa ditentukan.
Referensi:
- Nurul Yaqin fi Siroh Sayyid al-Mursalin, Syekh Khudhori Beik, hal. 90-91, al-Haromain.
0 Komentar