Like Us Facebook

Kajian Fiqh: Mabadi 'Asyroh (Sepuluh Dasar) Ilmu Fiqh yang Perlu Diketahui

 


Dalamilah ilmu Fiqh, karena ia adalah pemimpin terbaik menuju kebaikan dan ketakwaan serta tujuan yang paling berhak untuk dicapai. 



Oleh: M. Ryan Romadhon

Sebelum memulai belajar suatu (fan) disiplin ilmu, hendaknya seorang pencari ilmu mengerti terlebih dahulu apa yang disebut sebagai "mabadi 'asyroh" (sepuluh prinsip dasar) suatu bidang ilmu tertentu, agar nantinya ia dapat menggambarkan suatu bidang ilmu tersebut secara umum.

    Kesepuluh prinsip dasar tersebut meliputi definisi dan objek pembahasannya. Pun juga pencetus ilmu itu, sumber dan juga keterkaitannya dengan ilmu lain. 

    Keistimewaan serta hukum mempelajari dan mengajarkannya, sebutan nama serta materi pembahasannya. 


* * *


    Namun, oleh karena pembahasan yang akan dibahas pada kesempatan kali ini mengenai bidang Fiqh, maka penulis menitikberatkan prinsip-prinsip dasar tersebut dalam kaitannya dengan bidang ilmu Fiqh.  


Mabadi 'Asyroh (Sepuluh Dasar) Ilmu Fiqh yang Perlu Diketahui

Kesepuluh prinsip dasar tersebut adalah:

1.     Definisi (al-Had) Ilmu Fiqh

    Fiqh adalah cabang ilmu yang membahas tentang hukum-hukum syari’at amaliah keseharian yang didapatkan dari dalil-dalinya secara terperinci.

 

2.     Topik Pembahasan (al-Maudhu’) Ilmu Fiqh

    Dalam Fiqh, yang menjadi topik pembahasannya adalah perbuatan orang-orang mukallaf (orang yang terbebani hukum) dilihat dari segi hukum yang berjumlah lima, yaitu haram, wajib, makruh, mandub, dan mubah. 

    Pembahasan Fiqh menentukan hukum-hukum tersebut.


Baca Juga: Kajian Fiqh: Bagaimanakah Status Bacaan Basmalah dalam al-Qur'an?

 

3.     Faedah Mempelajari (al-Faidah) Ilmu Fiqh

    Adapun manfaat ataupun faedah dari mempelajari Fiqh adalah imtitsal awamir wa ijtinab an-nawahi (menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya). Sehingga hasilnya, kita dapat beruntung baik di dunia maupun di akhirat. 

    Hal ini seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad saw,

 

مَنْ يُرِد اللهُ بِهِ خيرًا يُفَقّهْهُ في الدّين

 

“Barangsiapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik, maka akan diberi pemahaman tentang agama oleh Allah swt.”

 

4.     Pokok Permasalahan (al-Masa’il) Ilmu Fiqh

    Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam Fiqh adalah beberapa perkara dan cabang-cabangnya yang disebutkan didalamnya (seperti halnya hukum niat -menurut madzhab Syafi’i- itu wajib dan wudhu merupakan syarat sah sholat). 

    Cabang-cabang (furu’) dari Fiqh sangatlah banyak tidak terbatas, sampai-sampai ada yang berpendapat bahwasanya hanya ada dua cabang ilmu yang tidak ada batasnya, yaitu ilmu Fiqh dan ilmu akhlak.

 

5.     Nama Disiplin Ilmu Fiqh (al-Ism)

    Nama disiplin ilmu yang akan dibahas dalam kitab ini adalah disiplin ilmu Fiqh.


Baca Juga: Kajian Fiqh: Apa Sajakah yang Harus Ada dalam Niat Sholat Fardhu?

 

6.     Sumber Disiplin Ilmu Fiqh (al-Istimdad) 

    Adapun sumber dari disiplin ilmu Fiqh adalah al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Keempat sumber ini merupakan sumber dari madzhab Syafi’i. 

    Adapun madzhab-nya Imam Malik berpendapat bahwasannya perbuatan penduduk Madinah juga dapat dijadikan sebagai hujjah

    Selain itu, ada juga sebagian ulama’ yang menambahkan istishab sebagai sumber hukum.

 

7.     Hukum Syara’ terhadap Disiplin Ilmu Fiqh (hukm asy-Syari’ fih)

    Adapun hukum mempelajari displin ilmu Fiqh terbagi menjadi tiga, yaitu:

a.      Fardhu ‘ain

    Hukum mempelajari ilmu Fiqh menjadi fardhu 'ain bagi setiap mukallaf dalam setiap perkara yang telah di wajibkan oleh Allah swt, baik berupa sholat, puasa, haji, maupun permasalahan ibadah lainnya. 

    Selain itu, juga dalam permasalahan mu’amalah yang ingin dijalaninya, sepertihalnya orang yang ingin berdagang maka wajib baginya mengetahui syarat-syarat dan hukum-hukum jual beli.

b.     Fardhu kifayah

    Hukum mempelajari ilmu Fiqh menjadi fardhu kifayah ketika dalam permasalahan selain dari yang telah disebutkan dalam hukum fardhu 'ain sampai permasalahan yang membutuhkan fatwa.

c.      Sunah

    Hukum mempelajari ilmu Fiqh menjadi sunah ketika dalam permasalahan selain dari yang telah disebutkan dalam hukum fardhu kifayah.


Baca Juga: Kajian Fiqh Sholat: Hukum Istihdhor dan Muqoronah Niat dalam Takbirotul Ihrom

 

8.     Penisbatan Disiplin Ilmu Fiqh terhadap Disiplin Ilmu yang Lain (an-Nisbah ila Sa’ir al-Ulum)

    Ilmu Fiqh merupakan suatu displin ilmu yang mempunyai keterkaitan dengan beberapa disiplin ilmu yang lain, sepertihalnya ilmu Nahwu, Shorof, Fiqh Lughoh 'Arobiyyah, ilmu Hisab, ilmu Jabr dan Muqobalah. 

    Semua disiplin ilmu yang telah disebutkan ini mempunyai keterkaitan dengan disiplin ilmu Fiqh. 

    Hal ini karena ada beberapa permasalahan yang mengharuskan adanya ilmu perhitungan sepertihalnya ilmu faroidh (harta warisan) dan pembagian harta peninggalan mayit.

 

9.     Keutamaan Disiplin Ilmu Fiqh (al-Fadhl)

    Ilmu fiqh lebih utama jika dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain. Hal ini selaras dengan beberapa dalil yang mengatakan akan keutamaan ilmu tersebut. 

    Berikut adalah beberapa dalil yang mengatakannya:

a.      Hadits

 

مَنْ يُرِد اللهُ بِهِ خيرًا يُفَقّهْهُ في الدّين

 

“Barangsiapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik, maka akan diberi pemahaman tentang agama oleh Allah swt”.

 

 

"وإذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الجَنَّةِ فَارْتَعُوْا". قَالُوْا: ومَا رِيَاضُ الجَنَّةِ يَا رَسُولَ اللّه ؟. قَالَ: "حِلَقُ الذِّكْرِ".

 

Ketika kalian semua melewati sebuah pertamanan surga, maka merumputlah!” Lalu para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan pertamanan surga, wahai Rasulullah saw?”  lalu beliau menjawab, “Ia adalah majelis dzikir”.

 

    Mengenai hadits diatas, Syekh Atho' berkomentar bahwasannya yang dimaksud dari majelis dzikir tersebut adalah majelis yang membahas tentang halal dan haram, membahas bagaimana cara jual beli, cara sholat, berzakat, haji, menikah, talak, dsb. Maksudnya adalah mengetahui tatacara sholat, zakat, haji. 

    Hal tersebut dapat terwujud dengan cara mengetahui beberapa rukun, syarat, dan perkara-perkara yang dapat membatalkannya. 

    Hal ini karena, ibadah yang tidak dilandasi dengan pengetahuan mengenainya, maka status ibadahnya tidaklah sah. 

Seperti halnya yang dikatakan oleh Imam Ibnu Ruslan dalam nadzom Zubad-nya:

 

وكُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ  #  أعْمَالُهُ مَرْدُوْدَةٌ لاَ تُقْبَلُ

 

b.     Atsar

Dari sahabat Umar ra, beliau pernah berkata:

 

مَجْلِسُ فِقْهٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّيْنَ سَنَةً

 

“Majelis yang membahas ilmu  Fiqh itu lebih baik daripada beribadah enam puluh tahun.”

 

Menurut beliau, hal ini karena sesuai dengan Sabda Nabi Muhammad saw. yang berbunyi:

يَسِيْرُ الفِقْهِ خَيْرٌ مِنْ كَثِيْرِ العِبَادَةِ

 

“Sedikitnya Fiqh itu lebih baik daripada banyaknya beribadah.”

 

c.      Dawuh Ulama'

 

تَـفَـقَّــهْ فَإنَّ الفِـقْـــهَ أفْضَـلُ قَــائِدٍ  #  إلَى البِرِّ والتَّــقْــوَى وأعْدَلُ قَـــاصِدِ

هُوَ العِلْمُ الهَادِيْ إلَى سُنَنِ الهُدَى  #  هُوَ الحِصْنُ يُنْجِيْ مِنْ جَمِيْعِ الشَّدَائِدِ

فَإنَّ فَقِيْهًا وَاحِدًا مُتَوَرِّعًا  #  أشَدُّ عَلَى الشَّيطَانِ مِنْ ألْفِ عَابِدٍ

 

“Dalamilah ilmu Fiqh, karena ia adalah pemimpin terbaik menuju kebaikan dan ketakwaan serta tujuan yang paling berhak untuk dicapai.

Ia adalah ilmu yang menunjukkan pada berbagai jalan petunjuk, serta benteng yang menyelamatkan dari segala malapetaka

Karena sesungguhnya satu ahli Fiqh yang wara’ itu lebih berat bagi syetan dari seribu ahli ibadah.”[1]

 

 

10.  Pelopor Disiplin Ilmu Fiqh (al-Wadhi’)

    Peletak disiplin ilmu Fiqh secara hakikatnya adalah Allah swt, sedangkan secara majaz-nya adalah Nabi Muhammad saw. 

    Adapun para ulama mujtahid berstatus sebagai pengganti dari Nabi Muhammad saw.

    Orang yang pertama mengarang kitab dalam disiplin ilmu Fiqh secara imla’ (dekte) adalah Imam Zaid bin Ali, kemudian Imam Abu Hanifah, Imam Malik dengan kitab al-Muwatho’-nya, kemudian Imam Syafi’i. 

    Lalu, mulailah pembukuan disiplin ilmu Fiqh secara bertahap sampai kitab-kitab Fiqh memenuhi dunia Islam.[2]


    Demikianlah paparan mabadi 'asyroh (sepuluh prinsip dasar) ilmu Fiqh yang dapat kami sampaikan. Selamat membaca, dan semoga bermanfaat. Amin


Wallahu a'lamu bishshowab



[1] Sayyid Abi Bakar Syatho, Hasyiah I’anah ath-Tholibin, hal. 14-15

[2] Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiry, Syarh al-Yaqut an-Nafis, Dar al-Minhaj, hal. 51-57.

 


Posting Komentar

0 Komentar