Inilah pengenalan yang diberikan oleh Khidhir kepada Musa untuk memasuki perjalanan ilmiahnya, agar Musa tahu bahwa sudah selayaknya bagi seorang ahli ilmu bersifat tawadhu'.
Oleh: M. Ryan Romadhon
Melanjutkan kisah perjalanan sebelumnya, sebuah kapal lewat menembus gelombang laut di hadapan Khidhir, Musa dan Yusya' as. Sewaktu mereka sedang berdiri di pantai dekat sebuah batu besar, Khidhir memberikan isyarat kepada kapten kapalnya.
* * *
Lalu kapal itu berhenti di depan mereka dan kaptennya menanyakan kepada mereka mengenai keperluannya. Khidhr minta kepada kapten kapal untuk mengantarkannya ke sebuah pantai yang ada di daratan seberang laut.
Kapten kapal itu menyambutnya dengan baik, karena ia pernah mengenal Khidhir sebelumnya dan ia menolak untuk mengambil upah darinya.
Maka berlayarlah kapal itu menembus gelombang laut dan layarnya berayun-ayun bersama tiupan angin. Sedangkan Musa dan Khidhir duduk bercakap-cakap di dekat sebuah tiang kapal.
Ketika keduanya melihat seekor burung kecil turun ke permukaan air laut dan mengambil air minum dengan paruhnya kemudian berhenti di atas sisi tepi kapal, Khidhir berkata kepada Musa as,
"Hai Musa sesungguhnya ilmuku dan ilmumu tidak lain seperti setetes air laut yang diambil dan diminum oleh burung itu dibandingkan dengan ilmu Allah yang semisal air laut yang luas ini."
Inilah pengenalan yang diberikan oleh Khidhir kepada Musa untuk memasuki perjalanan ilmiahnya, agar Musa tahu bahwa sudah selayaknya bagi seorang ahli ilmu bersifat tawadhu' (merendahkan diri).
Baca Juga: Kisah Kelahiran Nabi Muhammad Saw: Prosesi Kelahiran dan Bukti Kerasulan Saat Kelahiran Beliau
Pelajaran Pertama
Ketika Khidhir dan Musa sudah mendekati tempat mereka turun, sengaja Khidhir mengambil kapak dan bergegas menggunakan kapak itu untuk mencabut sebuah papan dari susunan papan-papan di dasar perahu, sehingga tercabutlah papan itu dari tempatnya. Seketika itu juga air laut tertuang masuk ke dalam kapal dengan cepatnya.
Musa as. memperhatikan apa yang dilakukan oleh Khidhir dengan tercengang dan heran. Maka ia pun tidak dapat menahan diri dan berkata,
"Bagaimana kamu melakukan perbuatan dosa ini? Kamu timpakan kesengsaraan pada manusia yang telah memuliakan kita, kemudian mengantarkan kita dengan kapalnya tanpa memungut upah. Sesungguhnya kamu telah melakukan perbuatan dosa besar."
Khidhir lalu mengarahkan pandangannya pada Musa dengan mencela dan mengingatkan terhadap apa yang telah disyaratkannya berupa kesabaran dan tidak bertanya sampai dia sendiri yang menjelaskannya mengenai hal-hal yang ia lakukan.
Khidhir berkata, "Saya benar-benar telah memperingatkanmu wahai Musa, dan kamu telah berjanji padaku tentang hal itu. Maka mana kesungguhanmu memegang janji itu?"
Musa as. dengan rasa malu mengemukakan alasan bahwa ia lupa, bukan dengan sengaja mengingkari janjinya.
"Janganlah kamu menghukum aku. Aku benar-benar lupa dan aku berharap kamu tidak menghukumku sebab kejadian itu dan tidak membebankan padaku kesempitan dan kesulitan."
Khidhr pun memaafkan Musa dan mengajaknya melanjutkan perjalanan. Kemudian mereka turun di pantai lalu menuju ke sebuah desa yang berada di dekat pantai.
Baca Juga: Kisah Perjalanan Nyantri Nabi Musa kepada Nabi Khidhir (1): Awal Mula Perjalanan
Pelajaran Kedua
Di tengah perjalanan, mereka menemukan sekelompok anak yang sedang bermain-main dan berlari-larian. Mereka bergembira dan tertawa ria. Kemudian mendekatlah Khidhir pada salah seorang dari anak anak yang bermain itu.
Khidhr memegangnya, kemudian memukulnya dengan pukulan yang keras sekali persis mengenai jantung anak itu. Anak-anak yang lain lari semua karena takut.
Setelah itu Khidhir mencekik leher anak itu sampai mati dan tubuhnya tergeletak tak bergerak.
Musa tidak dapat menahan kesabarannya dan tak bisa tinggal diam atas kejahatan yang terjadi di depan matanya. Kemudian Musa berkata kepada Khidhir dengan nada marah, "Kenapa kamu membunuh jiwa yang bersih suci tanpa dosa? Kamu benar-benar telah berbuat kemungkaran.”
Khidhir menatapkan pandangannya pada Musa as. lalu menyampaikan teguran padanya, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"
Ini adalah peringatan yang kedua setelah peringatan pada pelajaran pertama dan peringatan ini lebih berat dari peringatan yang pertama.
Musa diam sejenak kemudian berkata, "Aku tidak akan bertanya sesuatu apa pun setelah ini untuk selamanya. Jika aku bertanya lagi maka jangan kau bolehkan aku menyertaimu. Aku minta agar kamu memaafkanku karena memang tidak ada kecaman atasmu."
Musa berkata, "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku."
Baca Juga: Kisah Islami: Hikayah Huruf Ziyadah
Pelajaran Ketiga
Mereka berangkat untuk melanjutkan perjalanannya ke sebuah desa. Kali ini mereka merasa sangat lapar. Nabi Khidhir lalu meminta makanan pada sebagian penduduk desa, tetapi mereka menolak untuk memberinya dengan mengemukakan berbagai macam alasan, kemudian mereka berlalu begitu saja meninggalkan rombongan Khidhir.
Ini menunjukkan betapa rendahnya akhlak penduduk desa ini, di mana apabila tamu-tamu mereka meminta makanan karena lapar, maka tidak ada seorang pun dari penduduk desa yang mau menghidangkan makanan pada tamu tersebut untuk mengganjal perutnya.
Ketika Khidhir dan Musa sampai pada suatu tempat yang sepi, mereka lalu berjalan menuju sebuah kebun dan di sana mereka melihat ada sebuah bangunan yang temboknya retak dan hampir roboh.
Melihat hal tersebut, Khidhr dengan segera memperbaikinya. Dia mengambil batu, kemudian memperbaiki tembok itu sehingga menjadi baik lagi.
Melihat sesuatu yang dilakukan oleh Khidhir, Musa as. heran sekaligus kagum. Dia tidak bisa diam atas perbuatan baik Khidhir terhadap penduduk desa yang sangat bakhil dan hina ini.
Baca Juga: Kisah Pembelahan Dada Nabi Muhammad Saw dan Sebab Dikembalikannya Beliau kepada Ibunya
Musa pun berkata pada Khidhr, "Apakah kamu tidak akan meminta upah atas apa yang kamu lakukan ini?"
Kemudian Khidhr berkata kepada Musa dengan memperingatkan agar mereka berpisah saja,
"Ini adalah batas akhir kebersamaan kita dan akhir kamu menemaniku. Masing-masing dari kita mempunyai jalan sendiri-sendiri. Namun, aku tidak akan meninggalkanmu begitu saja, tapi aku akan menjelaskan apa-apa yang kamu tidak dapat sabar atasnya.
Wahai Musa, sesungguhnya kamu memiliki ilmu dari Allah yang diajarkan padamu dan aku tidak mengetahuinya, dan aku juga memiliki ilmu dari Allah yang diajarkan padaku dan kamu tidak mengetahuinya."
Bersambung...
0 Komentar