Beliau berketetapan hati untuk melanjutkan perjalanan dan mewujudkan cita-citanya, meskipun harus menempuh perjalanan panjang dan memerlukan waktu yang cukup lama.
Oleh: M. Ryan Romadhon
Musa as. adalah seorang Rosul yang berdakwah pada Bani Israil. Beliau mengajak dan mendorong mereka untuk beriman serta menyeru mereka agar berpegang teguh pada syari’at Allah SWT.
* * *
Musa adalah seorang ahli pidato yang mahir dan ‘alim. Beliau adalah orang yang diberi anugerah oleh Allah SWT. kemampuan untuk memberi nasihat, petunjuk serta memberikan contoh-contoh yang dapat menguasai perasaan dan akal manusia, sehingga apabila ia berpidato, pasti akan membuat semua orang yang mendengarnya berdecak kagum.
Awal Mula Perjalanan
Suatu saat, setelah beliau usai berpidato, salah satu orang yang mengagumi kefasihan dan ilmunya bertanya kepadanya, “Siapakah manusia yang paling pandai, wahai Musa.”
Nabi Musa as. dengan segera menjawab, “Saya.” Seketika itu, Allah SWT. menyalahkan Nabi Musa as. dan memberitahu kepadanya, bahwa beliau wajib mengembalikan semua itu hanya kepada Allah SWT.
Kemudian Allah SWT. memberikan wahyu kepadanya bahwa sesungguhnya ada seorang hamba dari-Nya yang bertempat tinggal di suatu tempat bertemunya dua lautan, yang telah Dia limpahkan ilmu-Nya.
Lalu Musa disuruh untuk mendatanginya dalam rangka belajar dari hamba tersebut sesuatu yang belum beliau ketahui.
Nabi Musa merasa takut kepada Allah SWT. dan menyesali apa yang baru saja beliau ucapkan. Kemudian beliau berniat untuk mendatangi hamba sholeh tersebut, dalam rangka menaati perintah Allah SWT.
Baca Juga: Kisah Islami: Adam, Nabi yang Langsung Dinikahkan Tuhan
* * *
Sebenarnya, Nabi Musa as telah diberi ilmu oleh Allah dengan sebuah ilmu yang tidak diberikan-Nya kepada Khidhir.
Begitu pula Khidhir juga telah diberi ilmu oleh-Nya dengan ilmu yang tidak diberikan kepada Musa.
Yang jelas, Musa adalah orang yang paling utama di zamannya. Beliau adalah utusan Allah yang termasuk Ulul ‘Azmi dari para Rosul dan dia adalah manusia pilihan-Nya yang mendapat gelar kalimulloh.
Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Status Khidhir
Adapun Khidhir menurut ulama’ Ahlussunnah adalah seorang Nabi yang diutus untuk selain Bani Isro'il. Namun, sebagian ulama’ yang lain berpendapat bahwa ia adalah seorang wali yang mengikuti Nabi lain selain Nabi Musa as.
Hal ini karena para Nabi dan Rosul itu banyak jumlahnya dalam satu waktu, namun masing-masing dari mereka diutus pada satu bangsa tertentu atau beberapa bangsa, sedangkan yang lainnya diutus pada bangsa selainnya.
Nabi Ibrohim as. misalnya, ia diutus untuk bangsa Babil (Iraq) dan Syam, sedangkan anak saudaranya, yakni Nabi Luth as. diutus kepada bangsa Sudum dan ‘Umuriyyah.
Baca Juga: Kisah Perjalanan Nyantri Nabi Musa kepada Nabi Khidhir (2): Bertemu dengan Nabi Khidhir
* * *
Musa bersama Muridnya
Musa bertanya kepada Tuhannya mengenai alamat dari hamba sholeh (Nabi Khidhir) tersebut. Maka dikatakanlah padanya, “Bawalah bersamamu seekor ikan yang besar dan taruhlah di sebuah keranjang. Ketika nanti engkau kehilangan ikan tersebut, maka berarti engkau telah sampai pada tujuanmu.”
Lalu Nabi Musa melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhannya. Beliau pergi dengan mengajak seorang muridnya yang bernama Yusya' bin Nun untuk menemani perjalanannya. Dia adalah murid kesayangan Nabi Musa.
Berangkatlah mereka berdua ke arah bertemunya dua lautan yang arah perjalanannya menuju barat daya. Mereka berdua berjalan menembus bukit berpasir yang sangat luas dan di bawah sengatan panas matahari yang sangat terik.
Baca Juga: Kisah Perjalanan Nyantri Nabi Musa kepada Nabi Khidhir (3): Perjalanan Ilmiah bersama Nabi Khidhir
Yusya' merasa sangat jenuh karena sangat jauhnya perjalanan yang ia tempuh. Kemudian ia menyampaikannya kepada Musa as. apa yang ia rasakan, seolah-olah ia menolak untuk mengikuti perjalanan ini dan dia menganjurkan pada Musa untuk kembali, tidak melanjutkan perjalanan.
Tetapi Musa as. menolak untuk menggagalkan niatnya. Beliau berketetapan hati untuk melanjutkan perjalanan dan mewujudkan cita-citanya, meskipun harus menempuh perjalanan panjang dan memerlukan waktu yang cukup lama.
Musa berkata kepada muridnya, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun."
Sebagian pendapat menyebutkan bahwa waktu yang diperlukan untuk menempuh perjalanan tersebut adalah delapan puluh tahun.
Ini menunjukkan kesungguhan niat dan ketetapan hati Musa untuk melanjutkan perjalanannya menemui hamba sholeh (Khidhir as.) meskipun kesungguhan ini merupakan beban yang berat.
Baca Juga: Kisah Islami: Hikayah Huruf Ziyadah dan sajian perjalanan serta pelajaran hidup dari para tokoh lainnya yang terbukti menginspirasi lintas generasi di rubrik KISAH.
0 Komentar