Sedangkan pengurus atau senior kamar yang lebih dekat dengan kehidupan santri juga tidak memperhatikan tashorruf-nya. Bahkan, beberapa senior ada juga yang boros dalam pengeluaran.
Oleh: M. Hanif Rahman
ATM adalah singkatan dari Anjungan Tunai Mandiri atau Automatic Teller Machine. Kemanfaatan layanan ATM memang tidak bisa dipungkiri, kehadirannya mempermudah nasabah karena tidak perlu lagi datang ke bank untuk melakukan transaksi.
* * *
Selain itu, ATM juga menyediakan layanan transfer dimana dengan layanan ini
memungkinkan seseorang untuk mengirim uang kepada orang lain dalam waktu
singkat tanpa harus menempuh perjalanan yang jauh.
Manfaat kedua ini juga sangat dirasakan oleh para wali santri yang tempat tinggalnya jauh atau bahkan berbeda pulau dengan pesantren dimana tempat anaknya menimba ilmu.
Namun, kenyataannya, hal tersebut masih menyisakan kejanggalan Fiqhiyyah terkait
anak kecil yang menggunakan ATM, dimana maklum
diketahui bahwa anak kecil itu belum cukup mampu untuk mengatur keuangannya.
Dalam Forum Bahtsul Masa’il Kubro (BMK) Pondok Pesantren Al-Iman Bulus Gebang Purworejo pada 24-25 Desember 2022 yang dihadiri oleh delegasi Pondok Pesantren se-Kedu, Cilacap, Banyumas, Demak dan beberapa Pondok
Pesantren ternama seperti Ponpes Sidogiri, Lirboyo, Mamba’ul Ulum
Bata-Bata, Al-Anwar Sarang, Al-Hikmah Brebes dan beberapa pondok pesantren lain
dari Jawa Timur dan Madura membahas kejanggalan Fiqhiyyah aktual ini.
Lalu, bagaimanakah sebenarnya hukum orang tua memberikan ATM atau memberikan kewenangan pengelolaan keuangan kepada anaknya yang belum baligh dan bagaimana pula hukum transaksi yang dilakukan?
Berikut ini keputusan lengkap Bahtsul Masa’il Kubro (BMK), jalsah kedua, Pondok Pesantren Al-Iman Bulus Gebang Purworejo pada 24-25 Desember 2022 lalu.
ATM JUNIOR (Pertanyaan dari Ponpes Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo)
Deskripsi
Masalah
Seiring berjalannya waktu, pesantren menjadi minat utama masyarakat sebagai pusat pendidikan bagi anak-anak mereka.
Beberapa dari mereka mempercayakan urusan
pendidikan putra-putrinya di lembaga sekitar. Bahkan, mereka rela berpisah dengan buah
hatinya yang masih tergolong anak-anak (belum baligh), supaya mereka semua bisa
mengenyam ajaran-ajaran Islam sejak dini.
Pada umumnya, anak yang mondok akan hidup jauh dari orang tua, anak-anak jarang dijenguk (disambangi) ataupun pilihan itu agar anak tidak perlu menempuh jarak yang jauh saat ke sekolah.
Namun, sulitnya pengawasan menjadi kendala. Anak-anak (belum baligh) biasa menggunakan uangnya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, sedangkan orang tua di rumah tidak mengetahui apa yang di-tashorruf-kan si anak.
Sedangkan pengurus atau senior kamar yang lebih
dekat kehidupan anak yang mondok juga tidak memperhatikan tashorruf si anak.
Bahkan, beberapa senior ada juga yang boros dalam pengeluaran.
Pertanyaan:
1.
Bagaimanakah hukum anak yang belum baligh memegang ATM sendiri?
2. Apakah
tashorruf anak tersebut dan senior yang boros sah?
Jawaban:
1. Hukum orang
tua memberikan ATM atau memberikan pengelolaan harta kepada anak yang belum
baligh tidak diperbolehkan, kecuali untuk tujuan menguji (ikhtibar)
kemampuannya dalam mengelola harta sesuai kecakapannya.
2. Hukum tashorruf anak belum baligh sah, akan tetapi hanya terbatas dalam hal-hal yang remeh. Adapun hukum tashorruf senior yang boros tetap sah, karena (isrof) bukan alasan tercegahnya tashorruf (hajr).
Catatan: Syekh Nawawi al-Bantaniy dalam kitabnya, Tausyikh ‘ala Ibn al-Qosim menukil
pendapat Syekh Mansur al-Bahutiy yang bermadzhab Hanbali tentang keabsahan tashorruf-nya anak kecil
dengan seizin walinya sekalipun dalam hal-hal yang besar.
Baca Juga: Kajian Fiqh Sholat: Bagaimanakah Niat Sholat Witir yang Tepat?
* * *
Demikian hasil
Bahtsul Masa’il Kubro (BMK) di Pondok Pesantren Bulus Gebang Purworejo, pada 24
-25 Desember 2022, jalsah kedua, tentang ATM Junior.
Adapun referensi yang
menjadi rujukan pembahasan tersebut adalah:
- Al-Majmu' Syarh Muhadzdzab, juz 13, hal 344, dan juz 9, hal 155;
- Raudhoh ath-Tholibin Wa ‘Umdah al-Muftin, juz 4, hal 181;
- Mughni al-Muhtaj Ila Ma’rifah Alfadz al-Minhaj, juz 3, hal 138;
- Kifayah al-Akhyar, hal 233;
- Bughyah al-Mustarsyidin, hal 256;
- Fathurrohman Bisyarhi Zubad Ibnu Ruslan, hal 600;
- Hasyiah ‘Ianah ath-Tholibin dan Fath al-Mu'in, juz 3, hal 85;
- Bahr al-Madzhab li ar-Rouyani, juz 5 hal 392, dan
- Tausyikh ‘ala Ibn al-Qosim, hal 209.
Hadir dalam Bahtsul Masa’il jalsah kedua sebagai mushohih: KH Muh. Hasyim, K Much Mukhlas, K Muhsin, KH Muhammad Ayyub dan
KH Yusuf Rosyadi.
Hadir dan aktif sebagai perumus pada jalsah kedua: Ky. Ahmad Muntaha AM, Ky. Ali Asfar, Ky. Rif'an Haqiqi, KH Amir Kilal, Ky. Abdul Aziz, Ky. Hanifuddin, Ky. Asnawi Mangku
Alam, Ky. Ahmad Zuhri dan Ky. Amin Ma'ruf.
Wallahu a'lamu bishshowab
0 Komentar