Like Us Facebook

Biografi Muhammad bin Abdul Wahhab, Sang Pendiri Aliran Wahabisme


 

Hanya saja, di masa belajarnya, beliau gemar membaca berita dan kisah para pengaku Nabi seperti Musailamah al-Kadzdzab, Sujah, Aswad al-Ansi dan Thulaihah al-Asdi

                  


Oleh: Kafa Billah

Muhammad bin Abdul Wahhab adalah pendiri aliran Wahabisme yang berketurunan Bani Tamim penganut madzhab Hanbali. Beliau lahir pada tahun 1115 H (1703 M) dan wafat pada tahun 1206 H (1792 M). 

    Banyak versi yang mengatakan bahwasannya beliau lahir dari keluarga yang penuh ilmu, sholih dan istiqomah. Ayah dan kakeknya merupakan ulama` dan wujaha’ (pemimpin sekelompok kaum).


* * *

 

Keluarga Muhammad bin Abdul Wahhab

Muhammad bin Abdul Wahhab lahir dari keluarga terpandang dari Madzhab Hanbali. Kakeknya, yaitu Syekh Sulaiman bin Ali adalah kepala ulama Najd di masanya.

Sedangkan ayahnya, yakni Syekh Abdul Wahhab merupakan tokoh besar yang menjadi qodhi di Uyainah selama 14 tahun, mulai dari tahun 1125 H dan kemudian pindah ke Huraimala pada tahun 1139 H, lalu menjadi qodhi di Huraimala sampai tahun 1153 H.

Pamannya, yakni Ibrohim bin Sulaiman merupakan seorang khotib terkenal. Sedangkan pamannya yang lain merupakan tokoh ahli ilmu yang terkenal.

 

Perjalanan Intelektual Muhammad bin Abdul Wahhab

Umar Ridha Kahhalah dalam kitabnya, Mu`jam al-Muallifin menyebutkan peta perjalanan intelektual Muhammad bin Abdul Wahhab. 

    Beliau pernah dua kali pergi ke Hijaz lalu tinggal beberapa waktu di Madinah dan belajar kepada ulama di sana. Setelah itu, beliau mengunjungi Syam, lalu memasuki Bashroh (Irak) dan kembali ke Najd, tinggal di Huraimala, lalu pindah ke Uyainah.


Baca Juga: Biografi Lengkap Syekh ‘Abd al-Rauf al-Sinkili

 

Guru-Guru Muhammad bin Abdul Wahhab

Dalam kitab `Unwan al-Majd fi Tarikh an-Najd disebutkan bahwasannya selama di Makkah dan Madinah, beliau berguru kepada dua orang Syekh, yakni Syekh Muhammad Hayat as-Sindi al-Hanafi dan Syekh Abdullah bin Ibrahim bin Saif.

      Di Hijaz, Muhammad bin Abdul Wahhab berguru kepada Syekh Sulaiman al-Kurdi asy-Syafi`i. Hal ini juga disebutkan oleh Syekh Ahmad Zaini Dahlan dalam kitab ad-Duror as-Saniyyah

    Bahkan, bisa jadi guru yang didatanginya bisa lebih banyak, mengingat pada saat itu Hijaz merupakan tempat yang diidolakan oleh seluruh pelajar muslim di seluruh penjuru dunia.

    Adapun keseluruhan perjalanan belajar dan mereka yang pernah ditemui oleh Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai guru dicatat dalam kitab `Ulama Najd, adalah sebagai berikut:

  1. Syekh Abdul Wahhab (ayahnya sendiri)
  2. Syekh Syihabuddin al-Maushili (qodhi Bashroh)
  3. Syekh Hasan Islambuli (qodhi Basrah)
  4. Syekh Abdullah bin Muhammad bin Abdullatif asy-Syafi`i
  5. Syekh Zainuddin al-Maghrobi
  6. Syekh Hasan at-Tamimi
  7. Syekh Muhammad Hayat as-Sindi al-Hanafi
  8. Syekh Muhammad al-Majmu`i
  9. Syekh Yusuf Alu Saif 
  10. Syekh Abdullah bin Ibrahim bin Saif

     

   Hanya saja, di masa belajarnya, beliau gemar membaca berita dan kisah para pengaku Nabi seperti Musailamah al-Kadzdzab, Sujah, Aswad al-Ansi dan Thulaihah al-Asdi. Begitulah tuturan dari Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan.

 

Awal Mula Lecutan Vonis Bid'ah

Menurut versi yang mendukung Wahabisme disebutkan bahwasannya ketika Muhammad bin Abdul Wahhab berada di kota Madinah, beliau melihat banyak umat Islam di sana yang menurutnya tidak menjalankan syari’at dan berbuat syirik. 

    Salah satunya gara-gara mengunjungi makam Nabi atau makam seorang tokoh agama untuk memohon do’a atau sesuatu kepada makam dan penghuninya tersebut. 

 Hal ini dianggapnya sangat bertentangan dengan ajaran Islam karena meminta selain kepada Allah SWT.

     Dari Hijaz, beliau lalu pergi ke Irak. Di Irak, beliau mengecam praktik-praktik tertentu yang dianggap syirik dan bid`ah. Beliau bermaksud berdakwah sesuai keinginannya. 

 Namun, meskipun demikian, dakwahnya kurang bersinar bahkan menemui banyak rintangan dan halangan dari ulama' setempat yang lebih tangguh. Beliau juga mendapat tekanan dari sebagian ulama setempat yang dituduh “sesat” darinya.

    Selama berada di Irak, Muhammad bin Abdul Wahhab melihat banyak orang menghormati makam Imam Ali dan Imam Husein. 

    Di Bashroh, beliau juga memusuhi orang-orang yang memuliakan makam Imam Ali.

Walhasil, Muhammad bin Abdul Wahhab akhirnya diusir dan kembali ke Huraimala. Di sini, beliau mengkritik praktik-praktik yang olehnya disebut sebagai bid'ah, lalu menyusun sebuah kitab yang bernama Kitab at-Tauhid.


Baca Juga: Biografi Imam ath-Thabari, Ulama yang Sangat Produktif Berkarya

    Pada tahun 1139 H (1726 M), ayahnya berpindah dari Uyainah ke Huraimala. Pada saat itu juga Muhammad bin Abdul Wahhab ikut serta dengan sang ayah dan belajar kepadanya. Hanya saja Muhammad bin Abdul Wahhab masih meneruskan penentangan-penentangan secara keras terhadap amalan-amalan agama di Najd yang dianggapnya syirik.

Hal ini yang menjadi pemicu pertentangan antara penduduk Najd dan juga kepada ayahnya sendiri. Keadaan tersebut terus berkelanjutan hingga tahun 1153 H (1740 M) di saat ayahnya wafat.

  Ketika berada di Uyainah, Muhammad bin Abdul Wahhab melakukan gerakan yang membuat kerusakan alam dan situs-situs sekitar. 

    Diantaranya disebutkan oleh Ibnu Ghannam dalam kitab Tarikh Najd yaitu menghancurkan kubah para syuhada dan kuburan, menghancurkan syajaroh adz-dzaib, syajaroh qariwah, pohon-pohon besar yang menyimpan cadangan air yang cukup banyak juga dihancurkan dengan alasan menghidupkan sunnah dan menghancurkan bid`ah.        

 Menurut Ensiklopedi Oxford, disebutkan bahwasannya sejak umur dua puluhan tahun, Muhammad bin Abdul Wahhab memang sudah memiliki kecenderungan untuk mencela praktik-praktik masyarakat muslim dan menganggap hal tersebut syirik, sampai sang ayah dipecat dari jabatan hakim dan meninggalkan Uyainah ke Huraimala. 

    Begitu juga ketika Muhammad bin Abdul Wahhab masih di Uyainah (selepas keluarganya pergi Huraimala), banyak ulama' yang mengkritiknya hingga ia pergi ke Hijaz.

  Disebutkan dari versi pengusung Wahabisme, bahwasanya banyak manusia yang berdoa kepada para aulia' dan sholihin dan inilah yang dipersepsikannya sebagai pembenaran terhadap pelarangan tawassul, istighosah, dsb. 

    Sedangkan pelakunya dianggap melakukan praktik Jahiliah, ahli bid'ah, dsb. Yang kemudian dihabisi secara kejam meskipun mereka sejatinya muslim yang bersyahadat dan mengakui rukun Islam yang berjumlah lima.

 

Karya-Karya Muhammad bin Abdul Wahhab

Tentu saja tidak cukup jika hanya berdakwah saja. Beliau juga menulis kitab yang berjudul Muallafat asy-Syaikh al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab yang dibagi ke dalam beberapa jilid dan bagian, diantaranya:

1. Kitab at-Tauhid

2. Kasyf asy-Syubhat

3. Tsalatsah al-Ushul

4. Al-Qowaid al-Arba`

5. Kitab ath-Thoharoh

Dan masih banyak lagi karya beliau yang tidak dapat kami sampaikan di sini.


* * *


Demikianlah, sekilas biografi Muhammad bin Abdul Wahhab, sang pendiri aliran Wahabisme dan awal mula lecutan vonis bid'ah dari beliau.


Baca Juga: Biografi Sayyid Ahmad bin Umar asy-Syathiry, Sang Pengarang Kitab Yaqut Nafis dan sajian perjalanan serta pelajaran hidup dari para tokoh lainnya, yang terbukti menginspirasi lintas generasi di rubrik BIOGRAFI TOKOH.


Referensi:

  • Nur Khalik Ridwan, Sejarah Lengkap Wahhabi
  • Umar Ridha Kahhalah, Mu`jam al-Mu`allifin Tarajim Mushannifi al-Kutub al-`Arabiyah, hal. 472-473.
  • Khairudin a-Zirkili, Al-A`lam Qamus Tarajim li Asyhari ar-Rijal wa an-Nisa` min al-`Arab wa al-Musta`ribin wa al-Mustasyriqin, hal. 257.
  • Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Alu Basyam, Ulama` Najd. hal. 130-131.
  • Ahmad Zaini Dahlan, Ad -Durar as-Saniyah fi ar-Radd `ala al-Wahhabiyah, hal. 46.
  • John L. Esposito (Ed.), Ensiklopedia Oxford Dunia Islam Modern Jilid 2, hal. 237.
  • Husain bin Ghannam, Tarikh Najd, hal. 84.
  • Muhammad bin Abdul Wahhab, Mu`allafat asy-Syaikh al-Imam Muhammad bin `Abdul Wahhab.

Posting Komentar

0 Komentar