Like Us Facebook

Cerpen: Ambyar

 


 

Kita selalu mempunyai kesempatan membuat itu semua menjadi awet dan mengalir, bahkan setelah kita mati. Dengan cara apa? Warisan kebermanfaatan.




Oleh: Irwan Asnawi

“Ustadz, saya mau konsultasi, curhat dan minta arahan” Aku membuka kalimat.

Inilah Aku, yang dalam 10 tahun terakhir menguasai pasar dunia, lalu dalam semalam jatuh ke lubang kepailitan yang tak tertolong. 

    Penghianatan. Itulah yang ku alami. Bisnis yang telah lama ku bangun, harus rela berpindah tangan tanpa permisi.

    Aku tidak terima. Aku akan menuntut balas. Namun apa daya, rencana balas dendam itu malah menuai hasil keluargaku dibunuh dengan keji. 

    Anak-anakku disekap dan dibiarkan mati kekurangan oksigen. Aku hancur.


 * * *


Dan, pagi ini aku kembali. Mengunjungi guru spiritualku di Pesantren yang telah lama alfa dalam hidupku. Meminta solusi.

    “Tidak usah terlalu risau, Nak” Beliau dengan teduh mulai angkat bicara setelah kuceritakan panjang lebar.

    Sepertinya akan menjadi pembicaraan yang panjang. Entahlah, aku malah berharap dighodob. Sepuluh tahun terakhir tak ada yang berani memarahiku. Dasar aku!

    “Ingatlah kembali Nak, di dunia ini, tak ada yang abadi. Karena pada akhirnya semua akan musnah. Bubar, ambyar tak kembali.

    Kamu mungkin masih ingat bagaimana Dinasti Ummayyah, Abbasiyyah hingga Ayyubiyyah yang pernah berkuasa. Mereka juga berakhir karena perebutan kekuasaan.


Baca Juga: Cerpen: Kerja Keras

 

   Pernah mendengar Jengis Khan bukan? Kekaisaran Mongol sangatlah berkuasa di era itu, melakukan ekspansi antar benua. Namun juga ambyar.

    Uni Soviet, salah satu negara adidaya juga bubar tahun 1991. Duh, zaman Mbah Lenin, Mbah Stalin atau Mbah Khrushchev berkuasa, tak ada yang akan memprediksi Uni Soviet akan hancur. Namun apa daya, langit berkehendak lain.

    Jangan jauh-jauh, dulu sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno, Sriwijaya hingga Majapahit –yang konon katanya di era Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada, kekuasaannya mencapai Filipina- sudah banyak kekuasaan-kekuasaan yang juga hancur, hilang satu persatu” Ustadz panjang lebar menjelaskan. Aku hanya menunduk.


Baca Juga: Cerpen: Santri Bukan Manusia Lemah


* * *


“Pesantren ini misalnya, apakah ada kemungkinan bubar juga?” Ustadz bertanya padaku. Aku diam.

    “Segala sesuatu itu akan musnah kecuali Dzat Allah. Percayalah prinsip ini, Nak. 

    Namun, kita selalu mempunyai kesempatan membuat itu semua menjadi awet dan mengalir bahkan setelah kita mati. Dengan cara apa? Warisan kebermanfaatan.

    Ini bukan masalah hilang, musnahnya saja. Tapi yang terpenting, adakah hidup kita sudah memberikan manfaat kepada orang lain? Menjadi bagian dari kebermanfaatan itu sendiri.

    Ibarat yang masih di Pesantren, yang jadi murid, jadilah murid yang rajin, disiplin. Yang jadi guru, jadilah guru yang ikhlas, lurus niatnya. Yang jadi pengurus, jadilah pengurus yang peka dan asih pada adik-adik santri.

    Kamu tidak harus jadi orang besar dahulu, baru bisa bermanfaat. Mulailah dari hal yang kecil, menyapu misalnya. Nggugahi Shubuh, nguras kamar mandi, piket komplek, ngungsungi pasir, dsb.

    Coba saja, bayangkan situasinya, jika kamar mandi tidak ada yang membersihkan, komplek dan kamar tidak ada yang menyapu, dsb. Duh, bisa jadi sarang penyakit.

    Maka, tebarkanlah manfaat. Bergeraklah. Pahami satu hal, hanya amal yang akan kita bawa mati. Bukan harta dunia. Dunia hanya perantara dan pendukung amal kita, Nak.


Baca Juga: Cerpen: Parto dan Lila Menggapai Tuhan


* * *


    Begitulah, karena terkadang kita berada di atas dan terkadang kita berada di bawah. Nah, mungkin kamu sekarang sedang diuji, berada di bawah. Sabar. Allah selalu tahu yang terbaik untuk setiap kehidupan hamba-hambaNya.

    Saran Ustadz, carilah suami lagi agar ada yang dapat menjadi teman sharing. Jangan terlalu larut dalam kesedihan

    Karena mau sejengkel apapun kita pada dunia, mentari akan tetap selalu menyapa dengan senyuman terindahnya”

 

Aku semakin menunduk. Aku khilaf. Inilah Aku, Farah yang sedang murung.


Posting Komentar

0 Komentar