Like Us Facebook

Puisi: Tanahku Merdeka

 




Cipt. Ubaidillah Khobir 



Di dalam perut bumiku masih mengandung burung-burung yang belum ingin menetas

Aku menyimpan telur yang sangat kecil dan kotor

Ku taruh di atas udara yang segar, agar tidak tercium oleh asap-asap penjajah 


Aku lari.... 

Menggendong seribu jiwa yang masih tengkurap tak bisa berdiri

Menahan jari-jari yang sempat hilang dari kakiku karena terkena lemparan api

Pohon-pohon meniup dari ujung akar sampai pucuk batang


Aku tarik badan pohon

Yang sudah akan dibawa oleh raksasa penjajah 

"Jangan...!!"

Teriak istriku yang sangat lembut dengan gelungnya

"Jangan kau ambil anakku, dia belum tahu apa-apa"


Jatuh tergelosor di atas tanah yang sangat panas

Sambil menahan tamparan dari tangan-tangan penguasa 

"Tampar aku...! Tampar aku...!

Bunuh aku...!"


Ku berteriak di depan wajah penjajah dengan mata melotot

"Tunggu apalagi? 

Kau injak bumiku? Lebih baik

Bunuh aku...!"


Istriku menderai air mata yang berkecucuran di atas pipi lembutnya

"Jangan sekali-kali kalian melawan kekuasaanku", kata orang itu

Aku dan istriku ditahan di dalam besi yang tak berudara

Bertahun-tahun aku menjual diriku pada dunia

Agar negeriku bebas dari para penjajah yang busuk


Aku lari dengan sekuat tenaga, nafas tersengal-sengal, kaki tersandung-sandung sambil menggendong merah putihku

Untuk ku terbangkan ke singgasana Tuhanku

"Merdeka...! Merdeka...!"


Aku berteriak sampai tenggorokanku lepas dari leherku

Melambaikan tangan dengan bendera yang telah aku jahit 

17 Agustus ‘45 presidenku membacakan bukti kemerdekaan dengan proklamasi


Dengan secarik kertas yang diambil dari sakunya

Aku bicara pada anak-anakku yang sudah mulai bisa bicara

"Nak, tolong beri makan dan rawat negeri ini,

Jangan kalian kotori dengan kemunafikan dan kecerobohan

Agar negeri ini harum tanpa kebusukan!"


Posting Komentar

0 Komentar