Like Us Facebook

Cerpen: Transisi




Oleh: Nurina Zhafiroh

Ruangan persegi dengan meja dan kursi kaca di tengahnya itu bergetar halus, membuat Nina yang tadinya membaca dunia fantasi dari koleksi Harry Potternya kini mempercayai akan dunia fantasi tersebut. Bunyi gelembung pecah membuyarkan lamunan Nina.

    Tiba tiba saja Nina sudah duduk di bangku perak dengan pad dan hologram dimana mana, ia menoleh ke sekitar “Ya ampun!” pekiknya dalam hati, mata coklatnya berseru takjub.

    Lihatlah, ruangan kelas dengan langit langit yang terhubung langsung dengan antariksa, layar hologram di depan kelas, meja guru mengapung, pad di meja masing-masing yang bisa dikendalikan dengan pikiran, spray pembersih kaca dan lap yang terbang sendiri, sungguh, bahkan lima menit yang lalu ia masih belum percaya dengan dunia ini.


* * *


“Ingat anak-anak, translate halaman 1-5 dengan menggunakan pegon jawa, semua akses my-fi pada pad kalian sudah saya nonaktifkan, kalian hanya bisa membuka tab bagian kamus dan bagian tugas.

    Besok harus sudah selesai beserta i`robnya!”, tegas pria berkumis tipis dengan peci hitam dan setelan koko berlogo pada lengan kanan dan kirinya, tatapannya tajam menusuk pada retina siswi siswinya.

    “Siap pak!” jawab murid yang dalam satu kelas memakai hijab semua. Jawaban mantabnya tidak sepadan dengan ekspresi keberatan pada wajah masing masing siswi.

    “Setelah itu, lalaran Alfiyyah 1-500, tapi ingat! Aplikasi Alfiyyah pada pad kalian sudah saya blokir.

    Jadi mulailah memutar ulang memori pada otak kalian, untuk dua hari ke depan boleh tidak hafalan karena aplikasinya sedang saya blok,

    Tapi dalam dua hari ke depan pelancaran 500 bait, tidak ada bantahan, saya akhiri wassalamualaikum.” ucapnya seraya melayang dengan piringan di bawah kakinya.

    Tembok tanpa pintu tersebut otomatis membentuk lingkaran dan dengan menghilangnya guru berkumis tipis tersebut dari pandangan, lingkaran tersebut menutup kembali, bergantian dengan tembok dan ruangan lenggang.


* * *


 “Sungguh Sasha aku lelah” keluh seorang gadis yang duduk dua bangku di depan Nina, matanya memerah dan hidungnya kembang kempis.

    “Tak apa Lisa, temanmu ini selalu mendukung kau.” timpal seorang sebelahnya sambil melompat dari kursi tingginya, sepatunya otomatis bercahaya dan membuat dirinya terapung satu meter sejajar dengan kursi temannya yang sedang terisak.

    “IQ ku tak bisa mencapai kalian, aku sulit mengikuti pelajaran Sha. Andai aku hidup di tahun tahun silam, pasti mondok tidaklah seberat ini.

    Tidak ada pad yang dengan mudahnya diblokir, tidak ada lalaran 500 bait dengan tangan kosong” isaknya semakin keras.

    Sekotak tisu mengambang di sampingnya dan ia langsung menyambar tisu tersebut. “Andai Lisa, andai” ia pun merangkul sejawatnya.

    Nina hanya tertegun di tempatnya duduk antara merenung dan tidak bisa mengaplikasikan semua perabot di sekitarnya. Pikirannya melayang pada satu jam yang lalu.


* * *


 “Andai aku di masa depan, dengan mudah nya googling soal, tak perlulah i’rob dan semacamnya, hafalan semacamnya.

    Andai ada kapsul waktu.” serunya pada Laila yang hanya tersenyum menanggapi ocehannya yang absurd pada waktu itu, dan kini Nina hanya bisa tersenyum kecut mendapati dirinya telah sampai pada dunia impiannya.


Posting Komentar

0 Komentar