Like Us Facebook

Biografi Kartini, Penggagas Tafsir Berbahasa Jawa

 


Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya. Al-Qur’an terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Di sini tidak ada yang mengerti bahasa Arab. Orang-orang di sini belajar membaca al-Qur’an, tapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah? orang diajar membaca tapi tidak mengerti apa yang dibacanya. [Surat kepada Stella, 6 Nov 1899].


Oleh: M. Istikmal

Raden Adjeng Kartini, seorang wanita bangsawan kelahiran Jepara, 21 April 1879, yang namanya abadi sebagai seorang pahlawan nasional, yang merupakan pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Beranjak dewasa beliau diperistri oleh Bupati Rembang R.M. Joyodingrat. Beliau wafat di Rembang, 4 hari setelah melahirkan putra pertamanya. Dikabarkan bahwasanya beliau mengalami pendarahan setelah melahirkan, tekanan darah tinggi dan kejang. Lalu diumur yang masih begitu muda, 25 tahun, beliau dipanggil menghadap Sang Pencipta pada 7 September 1904. 



Lahirnya Tafsir Berbahasa Jawa

Waktu mudanya penuh diisi dengan belajar banyak hal, termasuk mengetahui isi kandungan al-Qur'an, yaitu pada surat al-Fatihah yang membuatnya begitu kagum, lalu meminta gurunya -Kyai Sholeh Darat, (gurunya KH. Hasyim Asy'ari & KH. A. Dahlan) yang juga sempat nyantri kepada Simbah Ahmad 'Alim Bulus (Pembabad tanah Bulus, yang menjadi tonggak awal berdirinya Ponpes Al-Iman Bulus Purworejo)- untuk membuat terjemah al-Qur'an dengan bahasa Jawa. Pada saat itu, Belanda melarang menterjemahkan al-Qur'an, maka untuk mengelabuhinya, Kiai Sholeh menggunakan bahasa Jawa yang penulisannya menggunakan huruf hijaiyah, atau lebih dikenal dengan istilah Arab Pegon. Usul tersebut dilatar belakangi oleh pemikiran R.A. Kartini yang menganggap tak berguna bila seseorang dituntut untuk membaca tapi tak paham maksudnya. Tentu hal itu amat mengagumkan bagi Kiai Sholeh Darat, karena gadis kecil yang merupakan muridnya mengusulkan ide yang begitu mulia,  cemerlang, dan mengesankan. Meski bukan pekerjaan yang mudah, sang kyai pun tetap berusaha mengabulkan permintaan R.A. Kartini. Dikemudian hari, karyanya tersebut dikenal dengan 'Faidhur Rohman Fi Tafsir Al-Qur'anul Adhim', yang merupakan kitab tafsir pertama berbahasa jawaKarya itu kemudian dihadiahkan pada R.A. Kartini pada saat dirinya menikah meskipun saat itu baru satu jilid yang terdiri dari Surat al-Fatihah sampai Surat Ibrahim. Namun sayang, belum sempat menyelesaikan karyanya sampai juz 30, Kiai Sholeh sudah wafat.



Pejuang Emansipasi Wanita

Wanita Indonesia pada kala itu kental dengan budaya patriarki (mengutamakan lelaki ketimbang perempuan). Sadar akan hal itu, Kartini yang pernah duduk di bangku sekolah karena status bangsawannya, dan juga amat sukanya dalam membaca -yang membuat pikirannya terbuka-, tak tinggal diam. Beliau melakukan pergerakan melalui surat-suratnya yang ditulis untuk teman-teman korespondensi (surat menyurat) yang berasal dari Belanda. Surat-surat itu berisikan permohonan persamaan drajat antara lelaki dan wanita. Tak hanya itu, surat-surat itu juga berisikan pemikiran, ide, dan gagasan cemerlang R.A. Kartini yang membuatnya mulai dikenal banyak orang. Salah satu isi dari surat tersebut, yang diambil dari buku 'Surat-surat Kartini. Renungan tentang dan untuk Bangsanya (1979)' yang dialih bahasakan oleh Sulastin Sutrisno ialah, 

Saya ingin sekali berkenalan dengan seorang 'gadis modern', yang berani, yang mandiri, yang menarik hati saya sepenuhnya. Yang menempuh jalan hidupnya dengan langkah cepat, tegap, riang, dan gembira, penuh semangat dan keceriaan. Gadis yang selalu bekerja tidak hanya untuk kebahagiaan dirinya saja, tetapi juga berjuang untuk masyarakat luas, bekerja demi kebahagiaan banyak sesama manusia.

 



Peninggalan Kartini

'Habis Gelap Terbitlah Terang', merupakan sebuah buku yang berisikan kumpulan surat yang ditulis oleh Kartini pada teman-temannya di Eropa. Kumpulan surat tersebut dibukukan oleh J.H. Abendanon dengan judul 'Door Duisternis Tot Licht'. Setelah Kartini wafat, J.H. Abendanon mengumpulkan & membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A. Kartini. Adapun judul buku diambil dari kitab hadiah dari gurunya, yaitu pada ayat yang amat menyentuh sanubarinya, surat al-Baqarah ayat 257 yang berbunyi, "Bahwa Allah-lah yang telah membimbing orang-orang beriman dari 'gelap kepada cahaya' (Minadh-Dhulumaati ilan Nuur)". 


 والله اعلم بالصواب

Posting Komentar

0 Komentar