Owh begitu ya, berarti kita memang tak boleh bangga, dan jangan sampai terlena, nyatanya Nabi Adam saja yang sudah di tempat paling baik juga akhirnya terusir dari sana bukan?
“Jangan bangga dulu! Wong belum tentu
selamat dunia akhirat kan?” Parto menasehatiku.
“Halah… paling itu kamu. Aku kan selalu ikut majlis ilmu.
Sholawatan ikut,
kajian-kajian tak pernah telat, dengerin tartilan rajin, masa Allah kagak mau
nyelametin aku sih”, aku membela diri.
* * *
Senja kali ini adalah untuk kesekian
kalinya Parto menasehatiku. Kembali. Dia termasuk sahabatku yang gigih, walau
kita banyak berdebat sejak kecil.
“Gini, sekarang aku
tanya sama kamu, adakah tempat yang paling layak, paling baik selain surga?” Parto
mulai bertanya.
Sepertinya dia ingin mengajakku berdebat lagi, gumamku dalam hati. Baiklah,
akan ku ladeni, aku tak
akan kalah lagi. Minggu kemarin aku kalah saat aku bilang, semua suudzon
itu tak boleh.
Eh, dia menimpali, “Lantas, KPK juga tak boleh suudzon
sebelum ada bukti valid? Kita juga tak boleh suudzon saat ada orang
mencurigakan masuk rumah kita dan mengintip istri kita sedang mandi?”
Aku kalah. Telak. Aku baru sadar, kalau suudzon
untuk waspada, kehati-hatian, itu harus. Jangan
mudah percaya biar nggak gampang kecewa![1]
Tapi kali ini aku tak akan kalah. Lagi.
“Ya ndak ada To, kan
semua orang ingin masuk surga dan bertemu dengan Tuhannya to?” aku mulai menimpali.
“Bagus. Lalu apakah
ada orang yang lebih mulia daripada Rasulullah SAW?” Parto kembali membuka
pertanyaan.
“Kau ini tanyanya ada-ada saja, ya jelas ndak ada to. Wong itu sudah jelas. Buat apa ditanyain lagi”, Aku mulai jengkel.
“Owh begitu ya, berarti kita memang tak boleh bangga, dan jangan sampai terlena, nyatanya Nabi Adam saja yang sudah di tempat paling baik juga akhirnya terusir dari sana bukan?
Orang-orang munafik, musuh-musuh Nabi, keluarga Nabi juga banyak yang tidak beriman padahal sering berjumpa, mengahadiri majlis Rasul bukan?[2]
Ini Nabi lho Lila, ndk main-main, bukan hanya ustadz-ustadz berfollower jutaan. Nyatanya itu semua tidak menjamin kan?” Parto mulai menjelaskan panjang lebar.
“Dan masih banyak contoh lain sebenernya Lil kalo mau aku sebutin, intinya kita jangan terlena dengan tempat yang menurut kita udah layak, udah baik, jangan terlena dengan ilmu, harta, dekat dengan orang sholih dan lain sebagainya”, Parto menambahi.
* * *
Aku sedari tadi cuma manggut-manggut terdiam.
“Iya To, aku jadi
paham. Ya seperti nama kamu To, kamu tak boleh terlena dengan namamu to”, kataku sambil menata rambut.
“Maksudnya gimana
Lil?” Parto antusias.
Sepertinya Parto mulai penasaran. Aku bersemangat. Menata posisi duduk. Tegap. Yes,
pintu kemenangan mulai terbuka.
“Ya kamu jangan
terlena dengan namamu, kamu jangan terlena dengan nama ‘Parto’ lalu sok-sok kan
macam lelaki, kau itu wanita To, wanita. Inget itu”, aku mulai tertawa. Bersorak riang penuh kemenangan.
“Halah, ya sama aja Lil,
kamu juga jangan terlena dan bangga dengan panggilan ‘Lil’, lalu sok
kecentilan, sok yes, wong nama lengkapmu aja ‘Inna Lillahi’”.
Skak mat. Aku kalah lagi.
[1] فيض القدير
(1/ 181)
(احترسوا من الناس) أي من شرارهم (بسوء الظن) أي تحفظوا منهم تحفظ من أساء الظن بهم كذا قاله مطرف التابعي الكبير وقيل أراد لا تثقوا بكل أحد فإنه أسلم لكم ويدل عليه خبر ابن عساكر عن ابن عباس رضي الله تعالى عنهما مرفوعا من حسن ظنه بالناس كثرت ندامته.
[2] إحياء علوم الدين
(4/ 185)
وقال حاتم الأصم لا تغتر بموضع صالح فلا مكان أصلح من الجنة وقد لقي آدم عليه السلام فيهما ما لقي ولا تغتر بكثرة العبادة فإن إبليس بعد طول تعبده لقي ما لقي ولا تغتر بكثرة العلم فإن بلعام كان يحسن اسم الله الأعظم فانظر ماذا لقي ولا تغتر برؤية الصالحين فلا شخص أكبر منزلة عند الله من المصطفى صلى الله عليه وسلم ولم ينتفع بلقائه أقاربه وأعداؤه
0 Komentar