Dikalangan kita, kaum Ahlusunnah, kitab ini, dengan hadits-hadits inspiratif, serta hikayat-hikayat menarik yang dimuat, mendapat banyak apresiasi.
Oleh: Sa'ad Lufthi
Kitab al-Mawa'idz al-'Ushfuriyyah merupakan salah satu kitab yang sangat populer di kalangan pesantren.
Hal ini dikarenakan kitab ini merupakan salah satu kitab yang menjadi rujukan hikmah atau pelajaran, dalam meneladani akhlaq dari Nabi dan para sahabatnya dengan melalui hikayat-hikayat atau cerita-cerita.
Kitab tersebut didukung dengan sebuah hadits
sebagai sandaran dari hikmah hikayat yang dituliskan tersebut, sehingga
masyarakat bisa memahami dengan mudah maksud dan inti dari hadits yang
disajikan tersebut.
* * *
Penulis kitab al-Mawa'idz al-'Ushfuriyyah ini adalah Muhammad bin Abu Bakar al-‘Ushfuriy. Sampai saat ini belum ditemukan sumber yang menjelaskan tentang biografi pengarang.
Bahkan dalam kitab karangannya, Muhammad bin Abu bakar tidak menyertakan biografinya. Minimnya informasi tentang biografi penyusun kitab al-Mawa'idz al-'Ushfuriyyah dan juga latar belakang penulisan kitabnya.
Berikut adalah kutipan langsung pada muqoddimah kitab al-Mawa'idz al-'Ushfuriyyah terkait tentang hal ini.
Di dalam muqoddimah kitab tersebut penyusun kitab menuliskan sebagai berikut:
وبعد ( فإن العبد المذنب محمد بن أبي بكر رحمة الله عليه بعد طول خوضه في بحر الذنوب والعصيان طلب رضا الرحمن، ومخالفة الشيطان والنجاة من النيران، والدخول في دار الجنان، ولم تسمح له نفسه سلوك سبيل الأمان، غير أنه وجد في حديث خير الإنسان، صاحب المعجزات والبرهان، أنه قال ((من جمع أربعين حديثا فهو في العفو والغفران)).
فجمع العبد أربعين حديثا بالأسانید المتصلة إلى النبي عليه السلام عن
المشايخ المختارين والأئمة الكبار، ويروى كل واحد عن بعض الصحابة الأبرار، وزاد
العبد فيه ما يليق به من الموعظة والحكايات المسموعة من العلماء المذكورين في
الأخبار والآثار ، عسی أن يأمن من سخط الملك الجبار، ويجد مناه في الآخرة من الحكيم الستار، ببركة
ما جمع من الأحاديث والأخبار، والتمس الدعاء من الناظرين فيه والواعظين منه فرحم الله من يذكره بالدعاء ولا ينساه.
Latar Belakang Penulisan
Berdasarkan keterangan muqoddimah di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kitab ini merupakan bukti dari proses pertaubatan pengarang untuk menyusun empat puluh hadits yang bersanad muthashil ilaa Rosulillah saw.
Langkah ini pengarang ambil
setelah mengetahui satu riwayat yang menjelaskan keutamaan mengumpulkan dan
menghafal empat puluh hadits, serta untuk mendapatkan ketenangan hatinya dalam
bertaubat.
Isi Kitab al-Mawa'idz al-'Ushfuriyyah
Kitab al-Mawa'idz al-'Ushfuriyyah ini memuat empat puluh hadits Nabi Muhammad saw, yang patut dijadikan tuntunan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.
Demi menguatkan pemahaman hadits yang disusun, pengarang melengkapi karangannya dengan nasihat-nasihat dan hikayat-hikayat teladan dalam dunia tasawuf.
Meskipun tidak semua hadits selalu disertai hikayat, tapi kuantitasnya cukup banyak di setiap babnya. Riwayat-riwayat ini bersumber dari hadits, khobar, dan atsar sahabat.
Keistimewaan Kitab al-Mawa'idz al-'Ushfuriyyah
Dikalangan kita, kaum Ahlusunnah, sebagai kaum yang menjadi garda terdepan yang membela khazanah keilmuan Islam klasik, kitab ini, dengan hadits-hadits inspiratif, serta hikayat-hikayat menarik yang dimuat, mendapat banyak apresiasi.
Terbukti bahwa
kitab ini banyak diajarkan di Pondok Pesantren salaf, bahkan kitab ini juga
diajarkan di lingkungan pengajian-pengajian umum, maupun
perkumpulan-perkumpulan yang berada di bawah Lembaga NU.
Syekh Manna' al-Qoththon menjelaskan tentang peran kisah-kisah atau teks narasi dalam dunia pendidikan. Disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode talqin ataupun ceramah, acap kali membuat seorang siswa bosan. Sehingga teks narasi diperlukan.
Pada umumnya, masih menurut beliau, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, pemperhatikan riwayat kisah, dan ingatannya segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian ia menirukan dan mengisahkannya.
Fenomena
fitrah kejiwaan ini yang sudah seharusnya dimanfaatkan bagi pendidik, terlebih
dalam pendidikan agama yang menjadi faktor utama keilmuan.
Kitab ini penting dipelajari, sebagai bentuk nyata melestarikan khazanah klasik atau yang lebih dikenal dengan khazanah para salaf as-sholihin.
Kita sebagai generasi
kekinian, harus mampu mengenang teladan para salaf, serta mampu mengabadikan
jejak peninggalan emasnya.
_________________________________
مناع
القطان، مباحث في علوم القرآن لمناع القطان، صفحة ٣٢١ .
0 Komentar