Like Us Facebook

Artikel Pesantren: Pentingnya Pendidikan Pesantren di Era Globalisasi

 



Lembaga pendidikan tradisional ini tetap menunjukan eksistensinya, yakni masih istiqomah, dan tetap kukuh dengan tradisionalnya, tanpa kehilangan eksklusifitas dan kontekstualitas. 



Oleh: Tim Pemenang Karya Ilmiyah Hari Santri 2020, Kamar G2

Dewasa ini, perkembangan globalisasi sudah tidak bisa dibendung lagi, dimana IPTEK (Ilmu Pengetahuan Teknologi) sudah semakin canggih. Ilmu pengetahuan umum semakin berkembang dan kehidupan manusia semakin modern. 

    Seiring berjalannya waktu, globalisasi semakin menampakkan ketangguhannya. Terutama bagi generasi muda yang tidak lain adalah pelakon globalisasi yang tentunya ikut andil di dalamnya. 


* * *


    Dampak dari globalisasi tentunya bukan hanya berarus positif, bahkan arus negatif sudah menyerang generasi muda.

    Mengingat bahwa tidak semua globalisasi berdampak positif bagi generasi muda, maka selain pendidikan formal di sekolah-sekolah umum generasi muda pun perlu bekal keimanan ilmu agama dan etika dalam menghadapi era globalisasi. 

    Dengan begitu, pendidikan pondok pesantren pun menjadi wadah terbentuknya pendidikan agama. Semoga dengan hadirnya lembaga pondok pesantren dapat memberikan kontribusi pendidikan yang melahirkan generasi muda yang religius.


Pengertian dan Sejarah Pesantren di Indonesia

1. Pengertian Pesantren

Apa sejatinya pesantren? Definisi yang paling umum dan paling sederhana menyebutkan bahwa pesantren adalah tempat belajar ilmu-ilmu Agama Islam. K.H. Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur memperkenalkan pesantren sebagai a place where santri (student). 

    Adapun definisi yang senada menurut Abdurrahman Masud adalah:

“The word pesantren stems from santri wich means one who islamis knowledge. Usualliy the word pesantren leters to place where the santri devotes most of his or her time to live in and acguire knowletge”.

    Definisi ini sesungguhnya juga masih sederhana, dan belum cukup memahami pesantren dalam arti sebenarnya. Terdapat beberapa unsur penting dalam subtansi yang harus disebutkan, sehingga sebuah pendidikan Islam dapat disebut pesantren.

    Zamakhsyari Dhofir, penulis disertai tradisi pesantren: studi tentang pandangan hidup kiai, menyebut lima elemen dasar dari tradisi pesantren, yaitu adanya tempat tinggal santri yang dikenal dengan pondok, masjid (tempat sholat), santri (student), pengajaran kitab-kitab klasik, ulama (Kiai) sebagai pengasuh. 

    Kelima elemen ini menyatu dalam sebuah komplek pesantren. Oleh karena itu, orang sering menyebutnya dengan istilah pondok pesantren. Komplek yang pada umumnya berada di daerah pedesaan dibangun oleh Kiai atas bantuan masyarakat setempat dengan bangunan yang sangat sederhana.

    Clifford Geert, seorang antropolog Amerika terkemuka sebelumnya mengemukakan pandangan yang senada dengan Zamakhsyari Dhofir. Clifford melukiskan unsur-unsur terpenting dan suasana pesantren sebagai berikut. 

    Suasana komplek asrama siswa di kelilingi tembok yang berpusat pada suatu masjid. Biasanya pada sebuah lapangan berhutan diujung desa. Ada seorang guru agama, biasanya disebut Kiai dan sejumlah siswa, kebanyakan bujangan. 

    Para santri yang mengaji Al-Quran, melakukan latihan-latihan mistik, dan tampaknya pada umumnya meneruskan tradisi India yang terdapat sebelumnya dengan hanya sedikit perubahan dan aksen Bahasa Arab yang tidak sangat seksama. 

    Tampaknya suasana jauh lagi mengingatkan kepada India ataupun Persia ketimbang Arab ataupun Afrika Utara.

Dalam penjelasan lebih lanjut, Clifford Geertz mengatakan bahwa pesantren berarti tempat santri yang secara literal berarti manusia yang baik-baik. 

    Kata santri mungkin diturunkan dari Bahasa Sansekerta yaitu shastri yang berarti ilmuan Hindu yang pandai menulis. 

    Dalam artinya yang luas dan lebih umum, kata santri mengacu pada seorang anggota bagian penduduk Jawa yang menganut Agama Islam dengan sungguh-sungguh bersembahyang (sholat), pergi ke masjid pada Hari Jumat dan sebagainya.

    Pernyataan Clifford Geertz tersebut menginformasikan kepada kita bahwa lembaga ini telah lahir pada masa yang sangat dini dari perkembangan Agama Islam itu sendiri. 

    Pada sisi yang lain, pernyataan itu juga menunjukan bahwa para ulama pendiri pesantren bisa menerima tradisi dan kultur masyarakat setempat yang ada sebelumnya, meskipun dari kultur Jawa dan beragama Hindu.

2. Sejarah Pesantren di Indonesia

Lembaga pendidikan tradisional yang menyelenggarakan pendidikan agama seperti halnya pesantren. Pesantren sudah ada sejak pertumumbuhan Agama Islam di Nusantara. 

    Sejak sebelum masa kolonisasi, wilayah-wilayah Islam Nusantara telah memiliki sistem pendidikan yang mengacu pada pembeljaran Al-Quran, praktek sembahyang, dan praktek agama lainya. 

    Bentuk paling dasar disebut “Pengajian Al-Quran”. Pendidikan ini lazimnya berlangsung di rumah imam masjid, kiai atau tokoh Islam lainya.

    Berikut ini penjelasan tentang sejarah pesantren di Indonesia menurut para tokoh pendidikan dan pelajar.

1) Dhofier (1994), mengatakan “Sejarah pesantren berdiri di Indonesia dimulai ketika penyebaran dan pendalaman Islam secara intensif terjadi pada abad ke-13 M. Yang dilakukan oleh mubaligh dari Gujarat, India Barat sampai abad ke-17 M”.

2) K.H. Acep Nu’man, S.H.I., M.Pd.I., seorang ulama modern mengemukakan “Sejarah pesantren di Indonesia dimulai dari geraknya Pimpinan Nahdlotul Ulama (K.H. Hasyim Asy’ari, kakek  dari presiden ke-4, yaitu Abdurrohman Wahid) tahun 1926 M. 

    Akan tetapi, pada masa penjajahan kolonisasi pun sudah ada lembaga pendidikan yang mempelajari pendidikan Islam. Namun semaraknya pesantren dimulai pada masa K.H. Hasyim Asy’ari yang dikenal sebagai tokoh besar NU. Pesantren kebanyakan berasal dari golongan Nahdliyiin (orang-orang yang mengamalkan prinsip NU)”.

    Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren sudah dikenal di Nusantara mulai abad ke-13 M, dan berkembang pesat pada abad ke-17 M. Sementara itu, pondok pesantren di Jawa dapat ditemui sejak berdirinya organisasi NU.


* * *


Metode Pendidikan Pesantren

Metode pendidikan pesantren berarti berhubungan dengan pelaksanaan program kegiatan pesantren dalam tujuan meningkatkan kualitas santri. 

    Program kegiatan pesantren biasanya mengacu pada sistem pendidikan pesantren. Yang dimaksud adalah kumpulan dasar-dasar kegiatan para santri. 

    Sebagai lembaga non formal, tentu saja pondok pesantren tidak memiliki kurikulum tertulis. Tetapi meskipun demikian, pesantren memiliki sistem pendidikan yang tidak beda dengan sistem pendidikan formal. 

    Seperti Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al-Iman Bulus, Gebang, Purworejo, yang diasuh oleh al-Ustadz Hasan bin Agil Ba'abud. Di pesantren ini, sistem pedidikan tersusun rapi dan menerapan sistem klasikal, seperti halnya sekolah tetapi menggunakan sistem semi modern, contohnya mengkaji kitab-kitab kuning di sekolah, sistem pelaksanaan pendidikan tersebut dilakukan sebagai berikut:

1. Sorogan (Menyodorkan)

Dengan sistem ini, santri dianjurkan menyodorkan kitabnya di hadapan kiai maupun bapak pengurus. Sistem sorogan pesantren ini ada yang terkhusus (ngaji ndalem). 

    Sistem ini dilakukan dengan cara santri mempersiapkan kitabnya yang dikaji di sore hari bersama dengan santri senior yang telah dulu mengkajinya. Malamnya, para santri menghadap al-Ustadz untuk membacakan kitab yang dipersiapkannya. 

2. Bandongan (Bersama-sama)

Sistem ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sesudah Sholat Shubuh dan Maghrib. Sistem ini dilakukan dengan sistem mandiri, dengan menjelaskannya atau mempresentasikannya di depan kelas. Sementara itu, santri yang lainnya mendengarkan. 

    Sistem ini dinamakan juga sistem diskusi yang dilakukan setelah Sholat Maghrib, dimana para santri menyatakan argumen-argumennya yang telah diambil dari kitab-kitab yang dikaji. 

    Sedangkan sistem yang digunakan setelah Sholat Shubuh, musa'id yang membacakan dan menjelaskan, sedangkan santri lainnya mendengarkan dan memberi makna. 

3. Metode Hafalan 

Sistem ini merupakan implikasi dan pola pemikiran di mana santri dianjurkan menyetorkan hafalannya. Sistem ini menggunakan kitab kuning kecil (nadzom) yang mencangkup Alfiyah, ‘Imrithi, dan lainnya. 

    Penyetoran ini dilakukan disetorkan kepada yang bersangkutan (ustadz, pengurus maupun santri yang lebih dulu menghafal).

4. Halaqoh (Berkelompok)

Sistem ini para santri dibimbing oleh santri senior maupun pengurus, para santri berdiskusi dan bermuthola’ah (mengulang pelajaran yang telah diajarkan) dengan sesama santri untuk memahami dan mendalami isi kitab.

Sementara itu, sistem majlis ta’lim dipergunakan untuk pembelajaran klasikal dan kiai menyampaikan pelajarannya dengan metode ceramah.


Peran Pesantren dalam Pembentukan Karakter Santri

Pesantren sudah lama dikenal sebagai institusi dan indigenous khas Indonesia. Telah beratus tahun lahir, tetapi dia masih eksis sampai hari ini, meski tanpa dukungan langsung dari negara sekalipun. Dia sering dianggap sebagai pendidikan tradisional. 

    Namun dalam perkembangannya, dia banyak melahirkan generasi-generasi muslim yang memiliki pemikiran-pemikiran modern bahkan progesif.

Dalam pembangunan akhlak di sini pesantren mengambil peran untuk menanggulangi persoalan kritis moral yang sedang melanda di kalangan-kalangan remaja, karena pendidikan pesantren merupapakan pendidikan yang terkenal dengan pendidikan agama, yang seharusnya mampu mencetak generasi-generasi berkarakter yang relevan dengan nilai-nilai Islam.

Selain itu, pendidikan pesantren membina para santri dengan tiga komponen agama yang penting, yaitu akidah (ilmu ketuhanan), fikih (ilmu tentang ibadah), dan tasawwuf (ilmu akhlak). 


Eksistensial Pondok Pesantren di Tengah Masyarakat Dan Negara 

Keberadaan pesantren menjadi keunikan tersendiri, pesantren hingga saat ini tetap survive di tengah gejolaknya modernisasi dan globalisasi sekali pun. 

    Lembaga pendidikan tradisional ini tetap menunjukan eksistensinya, yakni masih istiqomah, dan tetap kukuh dengan tradisionalnya, tanpa kehilangan eksklusifitas dan kontekstualitas. 

    Pada kepemimpinan sekarang, pesantren sudah mendapatkan pengakuan resmi dari negara, yaitu ditetapkannya Hari Santri Nasional oleh Bapak Presiden Joko Widodo, pada 22 Oktober 2015 yang hingga saat ini masih menggema dan disambut suka cita oleh para santri di berbagai pondok pesantren di Indonesia. 

Dengan ketetapan tersebut, berarti pesantren masih mampu bereksistensi di tengah masyarkat, eksistensi di sini adanya pengakuan atas keikutsertaan para kiai dan para santrinya dalam memerdekakan negri ini, yang dikenal dengan nama Resolusi Jihad 22 Oktober 1945, yang diserukan K.H. Hasyim Asy’ari untuk menggerakkan umat Islam lainnya dalam berperang mengusir penjajah di Kota Surabaya pada 10 November 1945 yang disebut dengan Hari Pahlawan. 

Para santri sebagai generasi muda yang belajar di pesantren sudah harusnya belajar dengan sungguh-sungguh. Dimana selain mendalami ilmu umum di sekolah, mereka juga perlu mempelajari ilmu agama di pesantren, karena ilmu agama atau pendidikan pesantren sangat penting di era globalisasi.



DAFTAR PUSTAKA

Dhofir, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta: LP3ES.1994.

Huda, Ismail, S.M., dkk. Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2020.

Muhammad, Husain. Islam Tradisional yang Terus Bergerak. Yogyakarta: Diva Press. 2019.


Disusun oleh pemenang lomba karya tulis ilmiyah HSN 2020 (Kamar G2)

1. Khoirul Anwar Sidiq

2. Muhamad Nasirul Anam

3. Muhamad Zulfan Faqih

Posting Komentar

0 Komentar