Like Us Facebook

Artikel Islami: Dengan Maulid Nabi, Kita Tingkatkan Semangat Ngaji


Merayakan kelahiran Nabi Muhammad Saw, hari ini dan kapan pun sebaiknya dengan meneladani kepribadiannya yang mulia dan melanjutkan cita-citanya yang luhur.


Oleh: M. Ryan Romadhon 

Kelahiran Nabi Muhammad Saw. yang menurut riwayat paling kuat terjadi pada 12 Rabi'ul Awal tahun gajah, merupakan hari yang dicatat oleh umat Islam seluruh penjuru dunia sebagai salahsatu hari besar dalam Islam.

    Terlepas dari sebagian yang menggapnya bid`ah, mayoritas umat Islam pada setiap bulan Rabi`ul Awal tiba sudah pasti akan mempersiapkan acara peringatan Maulid Nabi dengan gegap-gempita dan dengan penuh sukacita.

    Tentunya, hal tersebut semata-mata sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan atas kelahiran manusia teragung dan paripurna ini. 


* * *


    Malam hari tanggal 12 Maulid merupakan puncaknya dengan acara seremonial yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam, baik di mushola, masjid, majlis taklim, pondok pesantren, maupun instansi-instansi lain.

    Perayaan maulid biasanya diselenggarakan dengan acara membaca Sirah Nabawiyyah, seperti Maulid al-Barzanji, Qasidah burdah, Simtuduror dsb, kemudian disusul dengan ceramah keagamaan khususnya yang masih berkaitan dengan sejarah Beliau Saw. dari semenjak lahir sampai wafatnya.

    Namun, merayakan kelahiran Nabi Muhammad Saw, hari ini dan kapan pun sebaiknya tidak hanya sekadar acara-acara seremonial saja. Akan tetapi, lebih dari segalanya yaitu dengan meneladani kepribadiannya yang mulia dan melanjutkan cita-citanya yang luhur.

    Nabi Muhammad Saw. adalah uswah (teladan) dalam sifat-sifatnya yang luhur. Al-Quran Al-Karim sendiri yang menegaskan, 


لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ ۚ ... (6)

"Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah (Muhammad Saw.) teladan yang baik bagi siapa yang mengharap (anugerah) Allah dan (ganjaran di) Hari Kemudian, serta banyak menyebut nama Allah.” (QS. Al-Ahzab: [33]: 21). 


    Salah satu kepribadiannya yang patut kita teladani -sebagai santri- adalah kecintaan dan dorongan motivasi beliau akan kewajiban seorang muslim (baik pria, wanita maupun waria) dalam mencari ilmu. 

    Syekh Abbas al-Aqqad -ulama kontemporer- dalam kitabnya "Abqariyyah Muhammad" menguraikan bahwa manusia dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe:

  1. Seniman, 

  2. Pemikir, 

  3. Pekerja, dan 

  4. Tekun beribadah. 


 Sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. membuktikan bahwa beliau menghimpun dan mencapai puncak keempat macam manusia tersebut. Karya-karyanya, ibadahnya, seni bahasa yang dikuasainya, serta pemikiran-pemikirannya sungguh mengagumkan setiap orang yang bersikap objektif.

    Karena itu pula seorang Muslim akan kagum berganda kepada beliau, sekali pada saat memandangnya melalui kacamata ilmu dan kemanusiaan, dan kedua kali pada saat memandangnya dengan kacamata iman dan agama.


* * *


    Salah satu wujud kecintaan beliau terhadap orang yang berilmu dapat kita temukan dalam sebuah riwayat hadits (Sunan Ibn Majah: [1]: 83, Bab Fadhl Ulama wa al-Hits ala Thalab al-Ilmi dan Majmu' Syarh Muhadzab, Muqodimah) yang menceritakan bahwasanya pada suatu ketika, Beliau Saw. memasuki masjid.

    Saat itu, Beliau menjumpai dua halaqoh (kelompok orang yang duduk melingkar); satu kelompok sedang membaca al-Qur'an dan berdoa kepada Allah Swt, sedangkan kelompok yang lainnya sedang belajar dan mengajar. Kemudian setelah melihat kedua halaqoh tadi, beliau bersabda: 

"Masing-masing dari kedua kelompok tersebut sama-sama dalam kebaikan; mereka (kelompok yang pertama) yang membaca al-Qur'an dan berdoa kepada Allah Swt, jikalau Allah menghendaki maka dikabulkan, ketika tidak maka dibiarkan. sedangkan mereka itu (kelompok yang kedua) sedang mempelajari ilmu dan mengajari orang yang bodoh. Mereka itu (yang kedua) lebih utama, karena aku diutus sebagai pengajar ilmu". 


    Setelah itu, beliau duduk bersama mereka (kelompok yang kedua). Betapapun, meskipun kedua kelompok tersebut sama-sama dalam kebaikan, beliau lebih memilih untuk bergabung dengan kelompok yang kedua karena -antara lain- manfaat ilmu meliputi pemiliknya serta kaum muslimin, sedangkan manfaat ibadah hanya terkhusus bagi pelakunya.



 Sedangkan dorongan Nabi Muhammad Saw agar umatnya mencari ilmu dapat kita temukan dalam sebuah riwayat hadits (Faidh al-Qodir:[4]: 267) yang berbunyi:


طلب العلم فريضة على كل مسلم

"Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim".


    Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah -ulama kontemporer- memberikan komentar mengenai hadits ini dalam kitabnya ar-Rasul al-Mua'llim bahwasanya menurut beliau, dengan melihat redaksi hadits, dimana redaksi hadits tersebut dengan menyifati seseorang yang dibebani kewajiban tersebut dengan status "muslim".

    Hal tersebut -menurut beliau- merupakan sebuah peringatan (tanbih) dari Nabi Saw. kepada setiap orang yang berstatus muslim (baik pria, wanita, maupun waria) bahwa wajib baginya mencari dan mendapatkan ilmu.

    Hal ini -masih menurut beliau- karena kalimat yang pertama kali turun dalam Syari'at Islam berkata,


ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ {١} خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِنْ عَلَقٍ {٢} ٱقْرَأْ وَرَبُّكَ ٱلْأَكْرَمُ {٣} ٱلَّذِى عَلَّمَ بِٱلْقَلَمِ {٤} عَلَّمَ ٱلْإِنسَٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ {٥}


* * *


    Walhasil, Selain dari yang telah disebutkan diatas, tentunya masih banyak hadits, atsar, maupun dawuh para ulama mengenai kecintaan dan dorongan motivasi beliau bagi para pencari ilmu yang dalam rangka memperingati kelahirannya semoga saja menjadikan kita -sebagai santri- lebih giat dan semangat lagi dalam ngaji!.

    Sebelum menutup pembahasan kali ini, berikut ini kami kutipkan dawuh beliau Ustadz Hasan Agil Ba'abud dalam salah satu kesempatan peringatan maulid, yang -mungkin- masih ada sedikit hubungannya dengan tema pembahasan kali ini:


"Wong 'sumbere ilmu' niku kanjeng Nabi. Lha nek sumber ya ndak butuh tulisan, langsung dituntun oleh Allah Swt. Maka ditunggu kelahirannya".

    

    Demikian sedikit tentang Nabi yang selalu diperingati kelahirannya, dan disebut-sebut namanya setiap hari oleh ratusan juta manusia.

    Namun, sebanyak apa pun uraian tentang beliau, ia tetap sedikit. Yang sedikit ini semoga dapat menjadi bagai isyarat jari telunjuk. Dimana jari telunjuk itu lebih memuaskan jika menunjuk ke gunung yang tinggi ketimbang lengan jika bermaksud merangkulnya.


Wallahu a'lamu bishshowab


Posting Komentar

0 Komentar