Like Us Facebook

Ngaji Ndalem, Ngaji Khas Ala Al-Iman



 Foto: Kreasi Santri Al-Iman 

Sorogan adalah metode pembelajaran santri aktif di hadapan seorang guru, dengan cara peserta didik/santri membacakan materi ajar untuk mendapatkan koreksi dan tashih



Oleh: Taufik Kurakhman

Seperti yang sudah diketahui bersama, santri putra di Pondok pesantren Al-Iman memiliki rutinitas pengajian kitab yang biasa disebut dengan "Ngaji Ndalem". Hampir setiap malam, kecuali malam Jum'at dan malam Ahad, semua santri putra mengikuti kegiatan spesial yang satu ini.

Menjadi spesial, karena ngaji yang satu ini langsung diampu oleh beliau al-Ustadz KH. Hasan bin Agil Ba'abud. Hal ini termasuk jarang ditemui di pesantren lain. Karena di pesantren lain, dengan metode sorogan, tidak semua santri mendapat kesempatan ngaji langsung dengan pengasuhnya. Pada umumnya, di pesantren-pesantren lain, pengasuh hanya membuka pengajian dengan metode bandongan. Itu pun belum tentu semua santri mendapat kesempatan yang sama. Biasanya hanya santri senior atau pengurus yang diperbolehkan mengikutinya. 



Perlu dipahami, bahwa sorogan adalah metode pembelajaran santri aktif di hadapan seorang guru, dengan cara peserta didik/santri membacakan materi ajar untuk mendapatkan koreksi dan tashih. Berbeda dengan metode bandongan, dimana justru guru yang aktif membacakan materi ajar untuk kemudian disimak dan dicatat oleh peserta didik/santri. Pada metode sorogan, dihadapan seorang guru (biasa disebut Penyorog), seorang peserta didik (santri) membaca kitab kuning beserta maknanya –biasanya menggunakan bahasa Jawa– dengan metode pemaknaan ala “utawi iki iku”. Sedangkan Penyorog menyimak bacaan, mengingatkan kesalahan, dan sesekali meluruskan cara bacaan yang benar.

Perpaduan antara kesiapan mental dan intelektual inilah yang menjadi rahasia mengapa santri Al-Iman dikenal dengan baca kitabnya yang cukup baik

Dengan metode pemaknaan “utawi iki iku” semacam ini, terangkum empat sisi pelatihan:

1). Kebenaran harakat, baik harakat mufradat (satu persatu kata) dan harakat terkait i’rab;

2). Kebenaran tarkib (posisi kata dalam kalimat, mirip dengan S-P-O-K {Subyek – Predikat – Obyek – Keterangan} dalam struktur bahasa Indonesia);

3). Kebenaran makna mufradat (kosakata); dan

4). Kebenaran pemahaman dalam masing-masing disiplin ilmu.

Nah, di Pondok Pesantren Al-Iman, kegiatan menjadi lebih unik & autentik, khas ala Al-Iman. Mengapa demikian? Pertama, karena seluruh santri putra mendapat kesempatan yang sama untuk ngaji sorogan bersama pengasuh secara langsung hampir setiap hari, meskipun dengan jenjang kitab yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan santri masing-masing. Kedua, pada setiap jenjangnya tidak mengenal usia. Artinya, bisa saja santri senior atau yang lebih tua usianya, mengikuti pengajian ngaji ndalem jenjang paling rendah. Sedangkan yang muda namun memiliki kemampuan lebih baik berada pada jenjang yang lebih tinggi. Ketiga, ngaji ndalem memiliki model ngaji sorogan yang berbeda-beda pada setiap jenjangnya. 

Dengan metode & model ngaji yang seperti demikian, santri dituntut berpikir keras mempersiapkan diri setiap harinya meminimalisir setiap kesalahan dalam memahami tekstual atau kontekstual teks-teks bahasa Arab yang mungkin terjadi. Selain itu, pada saat ngaji ndalem, santri secara tidak langsung juga terlatih mengolah mental & kepercayaan diri saat berhadapan langsung dengan al-Ustadz. Perpaduan antara kesiapan mental dan intelektual inilah yang menjadi rahasia mengapa santri Al-Iman dikenal dengan baca kitabnya yang cukup baik.

Salam Cengkir! Semoga Istiqamah! 

Posting Komentar

4 Komentar